A s s a l a m u ' a l a y k u m . . . .

ahlan wa sahlan
mohon di koreksi bila ada yang salah
mudah2n bermanfa'at

Rabu, 14 September 2016

Dialog Antara Mata dan Hati

Dialog Antara Mata dan Hati

Mata adalah penuntun dan hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Dalam dunia nafsu keduanya merupakan sekutu yang mesra; dan jika terpuruk ke dalam kesulitan dan keduanya bersekutu dalam cobaan; maka masing-masing akan mencela dan mencaci yang lain.

Hati berkata kepada mata, :

“Kaulah yang telah menyeretku kepada kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman itu, kau mencari kesembuhan dari kebun yang tidak sehat, kau salahkan firman Allah, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya’, kau salahkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberi balasan iman kepadanya yang akan didapati kelezatannya di dalam hatinya.” (HR. Ahmad)

Umar bin Syabbata berkata, :
“Kami diberitahu Ahmad bin Abdullah bin Yunus, kami diberitahu Anbasah bin Abdurrahman Al-Qurasyi, kami diberitahu Abul-Hasan Al-Madany, kami diberitahu Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘slaihi wa sallam bersabda, “Pandangan laki-laki terhadap keelokan wanita adalah panah dari berbagai macam panah iblis yang beracun. Barangsiapa menghindar dari panah itu, maka Allah akan menggantinya dengan ibadah yang membuatnya dia senang.”

Lalu adakah orang yang lebih tercela daripada orang yang terkena panah beracun....? ? ?

Apakah engkau tidak tahu bahwa tidak ada yang lebih berbahaya bagi manusia selain dari mata dan lidah......????

Tidak ada kerusakan yang lebih banyak selain daripada kerusakan yang diakibatkan mata dan lidah. Berapa banyak kebinasaan yang disebabkan mata dan lidah? Barangsiapa ingin hidup bahagia dan terpuji, maka hendaklah dia menahan ujung pandangan matanya dan lidahnya, agar selamat dari bahaya, karena mata menyimpan kelebihan pandangan dan lidah menyimpan kelebihan bicara.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa dua mata itu bisa berzina. Keduanya merupakan permulaan zina kemaluan, penuntun dan pendorongnya. Beliau pernah ditanya tentang pandangan secara tiba-tiba. Maka beliau memerintahkan orang yang bertanya itu untuk mengalihkan pandangannya. Beliau memberi petunjuk kepada yang bermanfaat baginya dan menghindari apa yang mendatangkan mudharat (bahaya) baginya. Beliau juga bersabda kepada Ali bin Abu Thalib, “Janganlah engkau susuli pandangan dengan pandangan lagi.”

Inilah perkataan para ulama, “Siapa yang mengumbar pandangannya akan menuai akibatnya. Siapa yang berlama-lama memandang, penyesalannya juga akan terus berkelanjutan, hilang waktunya dan berkerpanjangan deritanya.”

Seorang penyair berkata,

Mata yang beradu mata dalam pandangan

adalah jalan kerusakan ke dalam hati

beberapa saat terjadi peperangan

hingga berlumuran darah dan mati

Penyair lain berkata,

Wahai kedua mata, kau nikmati pandangan

lalu kau susupkan kepahitan ke dalam hati

jangan lagi kau ganggu hati ini

berbuat lalim dengan sekali tebasan

Sanggahan Mata terhadap Hati

Mata berkata, “Kau zhalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku lahir batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan penuntun yang menunjukkan jalan kepadamu.”

“Engkau adalah raja yang ditaati. Sedangkan kami hanyalah rakyat dan pengikut. Untuk memenuhi kebutuhanmu, kau naikkan aku ke atas kuda bi nal, disertai ancaman dan peringatan. Jika kau suruh aku untuk menutup pintuku dan menjulurkan hijabku, dengan senang hati akan kuturuti    mpin manusia dan hakim yang adil. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah membuat keputusan bagi diriku dengan bersabda,

“Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka baik pula seluruh
tubuhnya, dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Hati adalah raja dan seluruh anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, baik pula pasukannya. Jika rajanya buruk, maka buruk pula pasukannya.” Jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya para pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu, dan kebaikan mereka adalah karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, rusak pula para pengikutmu. Lalu engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya. Sumber bencana yang menimpamu ialah karena engkau tidak memiliki cinta kepada Allah, tidak menyukai dzikir kepada-Nya, tidak menyukai firman, asma’ dan sifat-Nya. Engkau beralih kepada yang lain dan berpaling dari-Nya. Engkau berganti mencintai selain-Nya. Padahal engkau telah mendengar kisah pengingkaran Allah terhadap Bani Israil, karena mereka mengganti makanan yang ada dengan makanan lain yang justru lebih hina. Maka Allah mencela mereka.

“Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Qs Al-Baqarah: 61)

Bagaimana keadaan pengganti cinta kepada Pencipta, Pelindung, dan yang menangani urusannya, yang tidak memiliki keberuntungan, kenikmatan dan kesenangan? Bandingkanlah Allah dengan sesuatu yang engkau jadikan pengganti-Nya dan pengganti cinta kepada-Nya. Apakah engkau ridha berada di jamban, sementara orang-orang yang mencintai Allah berada di ‘Arsy? Jika engkau menghadapkan diri kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya, tentu engkau akan melihat berbagai macam keajaiban, engkau aman dari bencana dan kerusakan. Tentunya engkau sudah tahu bahwa Dia mengkhususkan keberuntungan dan kenikmatan kepada orang yang mendatangi-Nya dengan hati yang bersih atau bersih dari kemusyrikan yang di dalamnya tidak ada cinta kepada selain-Nya dan hanya mengikuti ridha-Nya.

Mata berkata, “Antara dosaku dan dosamu di tengah manusia seperti antar kebutaanku dan kebutaanmu dalam membuat analog.”

Allah telah berfirman tentang orang yang mengalami krisis,

“Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46)

Limpa Ikut Bicara

Tatkala mendengar dialog antara hati dan mata serta perdebatan mereka berdua, maka limpa berkata, “Kalian berdua saling bahu-membahu untuk mengahancurkan dan membunuhku. Ada orang yang telah menggambarkan perdebatan kalian ini,

Mata menganggap hati menimpakan derita

hatilah yang telah memaksakan kehendaknya

namun tubuh menjadi saksi atas kedustaan mata

bencana hati memang berasal dari mata

andaikata tidak mata tak kan ada derita

hati tak kan terkapar menjadi korbannya

limpa merana sebagai korban yang teraniaya

karena hati dan mata tidak tunduk kepada Pencipta

Penyair lain berkata,

Kulemparkan cacian kepada hati

karena kulihat badanku kurus kering

hati mengikuti apa yang diinginkan mata

dengan berkata, ’Engkaulah sang duta’

mata berkata kepada hati,

‘Justru engkaulah yang menjadi penunjuk jalan’

Limpa berkata, ‘Hentikan perdebatan ini’

Kalian biarkan diriku sebagai korban

Limpa berkata lagi, “Saya akan menjadi pembuat keputusan di antara kalian berdua (mata dan hati). Kalian berdua bahu-membahu dalam bencana, begitu pula dalam kenikmatan dan kesenangan. Mata menyerap kesenangan dan hati bernafsu serta selalu berangan-angan. Oleh karena itu seorang penyair berkata tentang kalian berdua,

Ada rona kegembiraan tatkala cinta menghilang

keselamatan atas kalian wahai mata dan hati

aku tidak lagi berjaga pada malam hari

bebas dari kesepian dan penderitaan

kita semua layak mendapatkan kebahagiaan

jika kembali tiada lagi canda dan tawa

Limpa berkata lagi, “Jika engkau tidak mendapat uluran pertolongan yang bisa merubah hati dan pandangan, maka jangan harap akan ada ketenangan di hati.” Seorang penyair berkata,

Aku tak tahu mengapa kucerca cinta

ataukah matamu yang tercemar ataukah hati

mengapa kucerca hati yang bisa melihat

hatilah yang berdosa jika kucerca mata

mata dan hatiku membagi-bagi darahku

ya Rabbi tolonglah mata dan hatiku

Limpa berkata lagi, “Jika engkau mengguyur hati dengan air cinta dari gelas-gelasmu, berarti engkau menyalakan api kerinduan kepadanya, lalu engkau membumbung naik bersama uap kemudian jatuh. Engkau yang pertama kali meminum dan engkau pula yang pertama kali merasakan panasnya.

Hakim yang membuat keputusan di antara kalian berdua adalah yang menetapkan antara ruh dan jasad, jika keduanya saling berselisih. Dikatakan dalam sebuah atsar yang masyhur, “Pertentangan di antara makhluk senantiasa ada hingga hari kiamat tiba, hingga ruh dan jasad saling bertentangan. Jasad berkata kepada ruh, ‘Engkaulah yang menggerakkan aku, menyuruh dan membalikkan aku. Jika tidak begitu, tentu aku tidak akan bergerak dan berbuat seperti itu.’ Ruh berkata kepada jasad, ‘Engkaulah yang makan, minum, bergembira dan merasakan kenikmatan maka engkaulah yang layak mendapat siksaan.’ Lalu Allah mengirim seorang malaikat kepada keduanya untuk memutuskan perkara mereka, seraya berkata, ‘Perumpamaan kalian berdua adalah seperti orang melihat yang hanya bisa duduk dan orang buta yang hanya bisa berjalan. Keduanya memasuki sebuah kebun. Orang yang bisa melihat berkata kepada orang yang buta, “Di kebun ini saya melihat ada buahnya, tetapi saya tidak bisa berdiri.”

Orang buta berkata, “Saya bisa berdiri tetapi tidak bisa melihat sesuatu pun.”

Orang yang bisa melihat berkata, “Panggullah aku lalu berjalanlah, agar aku bisa memetiknya.”

Lalu siapakah yang harus menanggung beban.......????
Kedua-duanya yang menanggung beban.

 Begitulah gambaran keadaan mata dan hati.

*
Disalin ulang dari buku Taman-taman Orang Jatuh Cinta dan Memendan Rindu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah cetakan Darul Falah 1427 H

Minggu, 19 Juni 2016

SUNNAH RASUL

#SUNNAH_RASUL


surah Al-Baqarah ;185 demikian:

Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qurãn, (yang mempunyai tiga fungsi, yaitu) sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan bagi petunjuk (Al-Qurãn) itu sendiri, dan pemilah (antara haq dan bathil) …

Melalui ayat ini kita mendapat gambaran tentang fungsi-fungsi Al-Qurãn.

Pertama, fungsi Al-Qurãn secara umum adalah sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi manusia.
Kedua, fungsi Al-Qurãn secara khusus adalah
(a) menjadi tafsir (keterangan) bagi dirinya sendiri, dan
(b) menjadi pemilah antara benar (haq) dan salah (bãthil).
Fungsi yang terakhir bisa juga disebut sebagai fungsi mushaddiq dari Al-Qurãn; yaitu fungsi membenarkan yang benar, menyalahkan yang salah, dan memilah yang campur-aduk.


Hal lain yang tidak boleh diabaikan dalam kaitan dengan wawasan Al-Qurãn adalah Sunnah Rasul. Khususnya, yang kita tekankan di sini adalah Sunnah Rasul yang terakhir, Nabi Muhammad, yang gambarannya terekam begitu lengkap dalam teks Al-Qurãn, buku-buku Hadits (yang shahih), dan buku-buku sejarah.


Al-Qurãn tidak akan dapat dipahami dengan baik, dan selanjutnya otomatis tidak akan bisa diterapkan sebagai pedoman hidup (hudan), bila kita tidak memahami Sunnah Rasul.


Selama ini para pakar agama hanya mengatakan bahwa Sunnah Rasul adalah
(1) perkataan (qaulun)
(2) perbuatan (fi’lun), dan
(3) toleransi atau ijin tak langsung (taqrirun) dari Rasulullah (Nabi Muhammad) atas tindakan orang lain, sehingga menjadi ukuran kebenaran tindakan itu. Ketiga aspek itu lah yang kita dapati tertulis dalam kitab-kitab Hadits.
 Mereka tidak memasukkan satu unsur penting yang membentuk Sunnah Rasul, yaitu sejarah penurunan, penyebaran, dan pewujudan wahyu menjadi sebuah tatanan kehidupan.


Pada hakikatnya, yang disebut Sunnah Rasul (Nabi Muhammad) itu adalah wujud Al-Qurãn di dalam kenyataan hidup (atau yang sering dikatakan orang sebagai the living Quran).
 Proses pembangunannya dimulai sejak saat Nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama, dan berakhir setelah beliau wafat. Hal itu, yakni penurunan wahyu dari pertama sampai akhir, memang sudah diakui oleh para pakar sebagai ashrut-tasyri, alias “masa pembentukan syari’ah. Syari’ah adalah sinonim dari sunnah.


Yang harus diingat, yang disebut Sunnah Rasul itu bukanlah hanya seputar pribadi Nabi Muhammad, tapi lebih tepat digambarkan sebagai perwujudan Al-Qurãn ke dalam bentuk kehidupan bermasyarakat di Madinah, yang dipimpin oleh Nabi Muhammad.

Seperti diisyaratkan melalui surah Al-Fath ayat 29 menyatakan demikian :

"Muhammad, Rasul Allah, begitu juga orang-orang yang (seiman) bersamanya, bersikap tegas terhadap orang-orang kafir (dalam masalah hukum), seiring dengan itu mereka berkasih-sayang dengan sesama mereka (yang seiman; yang sama-sama menjaga tegaknya hukum). Kamu (pembaca Al-Quran) mengetahui (lewat informasi Al-Quran dan catatan-catatan sejarah) mereka ‘jungkir-balik’ (berusaha keras) mencari anugerah dan ridha Allah. Jejak pengabdian mereka tampak pada segala segi kehidupan (wujuh) mereka. Begitulah (pula) gambaran mereka dalam Taurat dan Injil (yang diajarkan Allah melalui Musa dan Isa).[5] (Mereka tumbuh) tak ubahnya satu tanaman (rasul) yang mengeluarkan tunasnya (umatnya); selanjutnya (tunas itu) tumbuh semakin kuat untuk berdiri tegak pada batangnya (sendiri). (Tanaman seperti itu) membuat takjub para petaninya, (dan begitu juga tumbuhnya umat rasul yang semakin kuat dan banyak menakjubkan para da’i, dan sebaliknya) membuat kesal orang-orang kafir. Kepada orang-orang beriman yang berbuat tepat (sesuai ajaran dan uswah rasul), Allah memang telah menjanjikan bahwa dari (jerih-payah) mereka (pasti menghasilkan) suatu perbaikan hidup, yakni suatu imbalan kerja yang besar luar biasa."


Ayat ini menegaskan bahwa gambaran Sunnah Rasul seutuhnya adalah kenyataan hidup yang dibangun Rasulullah bersama umat sezamannya, khususnya para sahabatnya, melalui proses da’wah. Tegasnya, bicara Sunnah Rasul bukan lah semata-mata bicara tentang diri pribadi seorang rasul, tapi tentang sebuah penataan hidup (sistem) yang dibangun sang rasul bersama para pengikutnya yang setia.


Dalam beberapa Hadits juga terbukti bahwa ketika Nabi Muhammad menyebut kata sunnahku, ia mengiringinya dengan menyebut sunnah khulafã’ur-rãsyidin (para penerusnya yang lurus).

Misalnya dalam hadist berikut :

"Aku berpesan agar kalian memelihara diri dengan (ajaran) Allah, dan (agar kalian tetap) menanggapi serta menaati (amirul-mu’minin) walau yang memerintah kalian (sebelum masa Islam adalah) seorang budak Habasyiy (Habsyi, Afrika). Sungguh, siapa pun di antara kalian yang masih hidup setelah aku (tiada), maka ia akan menyaksikan banyak perselisihan. Maka, jagalah oleh kalian sunnahku, yang selanjutnya menjadi sunnah para penggantiku yang berpegang teguh pada petunjuk (Al-Qurãn) serta tetap berbuat lurus (berdasar petunjuk). Pegang teguh lah (sunnah) itu. Yakni (ibarat kalian menggigitnya) gigitlah dengan gigi-gigi geraham. Seiring dengan itu, jauhilah oleh kalian urusan-urusan baru yang diada-adakan (sesuatu yang tak ada dalam Sunnah Rasul), karena setiap yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah berarti kesesatan. [Hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzy, dengan nilai hasan shahih]."

Senin, 16 Mei 2016

B I D ' A H ( Kesesatan yang nyata)

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang2 yang di muka bumi ini,nescaya mereka akan menyesatkanmu dari ajaran Allah,mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."

"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "ikutilah apa yang telah di turunkan Allah" mereka menjawap : ''(tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari nenek moyang kami''.apakah mereka mengikuti juga walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui suatu apa pun,dan tidak mendapat petunjuk?"

"Dan tidaklah patut bagi laki2 yang mu'min,dan tidak pula bagi perempuan yang mu'min,apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan,akan ada bagi mereka pilihan yang laen tentang urusan mereka,dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNYA,maka sungguh ia telah sesat se-sesat-sesatnya"

"Sesungguhnya jawapan orang-orang mu'min bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNYA agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan " kami mendengar dan kami patuh" dan mereka itulah orang2 yang beruntung"

..........

Sabtu, 26 Maret 2016

KIAT MENCAPAI CINTA ALLAH


 [Disarikan dari kitab "Madarijus Salikin" karya Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah]

1. Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur dan memahaminya dengan baik.

2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah sesudah menunaikan ibadah wajib.

3. Selalu dzikirullah (mengingat dan berdzikir kepada Allah ) dalam segala kondisi dengan hati, lisan dan perbuatan.

4. Mengutamakan kehendak Allah di saat berbenturan dengan kehendak hawa nafsu.

5. Menanamkan dalam hati nama-nama dan sifat-sifat Allah dan memahami maknanya.

6. Memperhatikan kebaikan, karunia dan berbagai nikmat Allah kepada kita yang lahir dan batin.

7. Menundukkan hati dan diri secara total ke haribaan Allah serta merasa hina di hadapanNya.

8. Menyendiri untuk beribadah kepada Allah, bermunajat dan membaca firmanNya serta khusyu' sepenuh hati dengan adab seorang hamba di sepertiga malam terakhir kemudian ditutup dengan istighfar.

9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang yang cinta Allah dan jujur dalam cintanya, mengambil hikmah dan ilmu dari mereka.

10. Menjauhkan semua sebab yang dapat memisahkan hati dengan Allah..

Translate