A s s a l a m u ' a l a y k u m . . . .

ahlan wa sahlan
mohon di koreksi bila ada yang salah
mudah2n bermanfa'at

Sabtu, 26 Desember 2015

TINGGALKAN DEBAT KUSIR

“Aku menjamin sebuah rumah di pinggir jannah (surga) bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan berkepanjangan meskipun ia dalam kebenaran (al haq),
juga sebuah rumah di tengah jannah bagi siapa saja yang meninggalkan berbohong walaupun ia sedang bercanda, serta sebuah rumah di puncak jannah bagi siapa saja yang berakhlak mulia.”
(HR. Abu Dawud, Dinyatakan Hasan shahih oleh Syaikh Al Albani)
๐Ÿ’ฅUmar Bin Khattab berkata :
“Seseorang tidak akan merasakan hakikat iman sampai ia mampu meninggalkan perdebatan yang berkepanjangan meskipun ia dalam kebenaran, dan meninggalkan berbohong meskipun hanya bercanda padahal ia tahu seandainya ia mau ia pasti menang dalam percebatan itu”
(Kanzul Ummal juz 3 hal 1165)
๐Ÿ’ฅImam Ishaq bin Isa berkata :
“Imam Malik bin Anas mengatakan : “Debat kusir dan pertengkaran dalam masalah ilmu akan menghapuskan cahaya ilmu dari hati seseorang”
๐Ÿ’ฅImam Ibnu Wahab berkata : “Aku mendengar Imam Malik bin Anas mengatakan :
“Perdebatan dalam ilmu akan mengeraskan hati dan menyebabkan kedengkian”
(Jaami’ al Uluum wak Hikam 11/16)
๐Ÿ’ฅDi antara tanda sebuah diskusi telah berubah menjadi debat kusir
๐ŸšฉNada suara mulai meninggi
๐ŸšฉTulisan mulai menggunakan istilah yang emosional
๐ŸšฉMulai muncul kata-kata ejekan atau sebutan yang merendahkan
Mengulang-ulang argumentasi
๐ŸšฉMengingkari aksioma
๐ŸšฉMenolak logika
๐ŸšฉMulai melibatkan perasaan dan emosi yang berlebihan.
* aksioma = pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa harus melalui pembuktian
๐Ÿ’ฅJika sudah seperti ini, sebaiknya segera tinggalkan saja karena bukan manfaat yang akan kita dapat, melainkan justru madharat. Bukan ukhuwwah yang kita raih, melainkan kebencian dan kedengkian yang kita peroleh.
๐Ÿ’ฅ“Janganlah kalian mencari ilmu untuk menandingi para ulama atau untuk mendebat orang-orang bodoh atau agar bisa menguasai pertemuan dan majlis-majlis. Barangsiapa yang berbuat seperti itu, maka neraka baginya, neraka baginya.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Al Hakim)
✏Oleh: Ustadz Fuad Al Hazimi

Rabu, 23 Desember 2015

MAHASABAH

segala laku perbuatan akan di pertanyakan dan di pintai pertanggung jawapan di akherat nanti
maka pergunakan dengan sebaek-baeknya.............

''(semesta angkasa sibuk berbuat menurut ilmu ANDA),semoga saya demikian yaa ALLAH yaa pembimbing kami,yaitu semoga kami menjadi penyanjung hidup sesuai ajaran ALLAH menurut sunnah Rasul ANDA,yaa ALLAH,mohon Revolusikan Pandangan dan Sikap Hidupku yang Dzulumad sesuai Al-Qur'an menurut Sunnah Rasul ANDA''

Sabtu, 19 Desember 2015

HAWA NAFSU

Hawa nafsumu adalah induk segala berhala
Adalah mudah menghancurkan sebuah berhala,....sangat mudah......
namun menganggap gampang menakhlukkan Hawa nafsu adalah bodoh, bodoh sekali.....
Maka kontrollah ia (hawa nafsumu) dengan baek,jika tidak ia akan menenggelamkanmu dalam lumpur yang hina.....

Sabtu, 28 November 2015

DAN MASA (KEJAYAAN & KEHANCURAN) ITU KAMI PERGILIRKAN DIANTARA MANUSIA;….. (QS.3:140).

Pendahuluan: Sekilas tentang Teori Siklus Sejarah
Adalah suatu sunatullah bahwa kehidupan manusia di dunia senantiasa mengalami perubahan. Dalam kehidupan umat manusia di muka Bumi sejak manusia pertama hingga terakhir, terjadi siklus kejayaan dan kehancuran dari berbagai peradaban. Allah SWT berfirman:
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia;….. (QS.3:140). Ayat tersebut mengindikasikan terjadinya siklus jatuh-bangun, kalah-menang, maju-mundurnya suatu peradaban. Sebab, setiap umat memiliki ajal (QS. 3:74), yang kemudian digantikan oleh kaum yang lain (QS. 21:11).
Dalam teori gerak sejarah, Ibnu Khaldun (ahli sejarah dan juga Bapak sosiologi) menjelaskan adanya Teori siklus sejarah dalam menggambarkan arah gerak sejarah suatu peradaban. Teori ini memiliki prinsip l’historie se repete(sejarah itu berulang). Disebut pula teori biologis, karena mirip dengan fase-fase kehidupan yang dilalui makhluk hidup, misalnya manusia lahir sebagai bayi, tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua, dan akhirnya meninggal. Demikian pada tumbuhan dengan pertumbuhan, fase perkembangan, penuaan dan akhirnya mati. 
Sejalan dengan gerak-sejarah Arnold J. Toynbee, seorang sejarahwan Barat, menyebutkan tingkatan-tingkatan umur peradaban, sebagai berikut: genesis of civilization (lahirnya kebudayaan), growth (pertumbuhan kebudayaan), dandecline (keruntuhan kebudayaan). Adapun gelombang kebudayaan menuju keruntuhan, terdapat tiga fase, yaitu: (1) breakdown of civilization (kemerosotan peradaban) tandanya daya cipta minoritas dan kewibawaannya (hukum dan tata nilai) hilang, sementara mayoritas tidak lagi mau mengikuti,(2) desintegration of civilization tunas-tunas kehidupan mati, pertumbuhan terhenti dan daya hidu seoalh henyap(3) dissolution of civilization (hilang dan lenyapnya peradaban). Suatu kebudayaan lahir karena tantangan dan jawaban (challenge and response) antara manusia dengan segala yang ada di sekitarnya. Pertumbuhan dan perkembangannya tersebut digerakkan oleh sebagian kecil orang (creative minority) dalam suatu umat yang memilki kesadaran sejarah (visi dan misi progresif) serta memiliki kelebihan baik fisik (militer) maupun Ilmu pengetahuan (intelektual), sementara kebanyakan orang atau massa hanya mengikut dan meniru.
Menurut Ibnu Khaldun, kehancuran sebuah negara mengandung arti munculnya negara baru. Hancurnya suatu peradaban akan digantikan oleh peradaban lain. Arnold Toynbee menyatakan bahwa di Bumi ini telah ada sekitar 21 peradaban yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna, umat manusia yang jatuh secara silih berganti. Peradaban besar di dunia seperti peradaban Yunani, Romawi dan Persia hanya tinggal puing-puing reruntuhannya.Dalam siklus jatuh bangunnya tersebut, benturan (clash) peradaban terjadi secara dialektis, Dalam konteks sejarah dunia Arab yang dikajii oleh Ibnu Khaldun, benturan (clash) peradaban terjadi antara badawah (peradaban nomanden) dengan hadharah (peradaban menetap).

Akhir Sejarah dalam Klaim Futurolog Barat

Seusai perang dingin antara Blok timur yang terdiri dari negara-negara sosialis yang dipimpin oleh Uni Soviet dengan Blok Barat yang terdiri dari negara-negara kapitalis yang berpaham demokrasi liberal dan dipimpin AS berakhir dengan kemenangan AS dan sekutunya, maka panggung sejarah dunia dikendalikan oleh pemenang tunggal sebagai super power yang mengklaim diri sebagai “polisi dunia”.
Dalam kondisi demikian, para pemikir Barat sibuk memprediksikan dan mencari hipotesis tentang bagaimana episode akhir sejarah progresif perjalanan umat manusia. Francis Fukuyama dalam jurnal Interest 1989 menyatakan analisisnya melalui artikel berjudul “The End of History”,bahwa setelah Barat mengungguli rival ideologinya; monarki herediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Ia berkeyakinan bahwa demokrasi liberal adalah titik akhir dari sebuah evolusi ideologi, atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Dengan demikian, Fukuyama sepertinya merekomendasikan kepada bangsa-bangsa non-Barat untuk mengikuti jejak Barat dalam peradabannya dan mengadopsi demokrasi liberal sebagai ideologi negara.
Lebih lanjut, Bernard Lewis melalui artikelnya yang berjudul “The roots of muslim rag” membuat satu paradigma bahwa setelah berakhirnya perang dingin, Barat membutuhkan musuh baru yang akan menggantikan posisi komunis. Kemudian, muridnya, Samuel Huntington dalam artikel “The Clash of Civilization?” (dalam Foreign Affairs1993), secara provokatif menegaskan adanya perang peradaban,”Sumber konflik yang mendasar dalam dunia baru ini bukanlah bersifat ideologis atau ekonomi. Hal yang membelah-belah umat manusia dan sekaligus merupakan sumber konflik yang utama adalah kebudayaan. Perang peradaban akan mendominasi peta politik global”. Ia meyakinkan bahwa Islam adalah satu-satunya peradaban yang pernah membuat Barat tidak merasa aman. Ia secara lugas menyebut bahwa Islam adalah musuh Barat menggantikan posisi komunisme dalam bukunya “Who are we?”. Tesis ini di”amini” oleh Patric J. Buchanan dalam artikelnya “Is Islam an Enemy the United States?”.
Meski para pemimpin AS dalam pernyataan resmi tidak menerima hipotesis “perang budaya”, namun kebijakan Amerika pasca Perang Dingin tampaknya diwarnai ketakutan akan “ancaman Islam”.  Bahkan, Islam ditempatkan bukan hanya sebagai musuh baru bagi Barat, tapi juga musuh bagi seluruh kemanusiaan. Barat akhirnya menetapkan bahwa rival peradabannya yang paling “menakutkan” adalah Islam.  Kelompok konfrontasionalis Barat selalu berupaya mengajak pemerintahnya untuk menumpas kebangkitan Islam sebelum ia menyebar menjadi virus yang mematikan. Daniel pipes terang-terangan menyatakan bahwa: “Fundamentalis Islam menentang Barat lebih keras dibanding yang pernah dan sedang dilakukan komunisme. Komunisme tidak sepaham dengan kebijakan-kebijakan kita. Tapi, tidak masalah dengan keseluruhan pandangan kita tentang dunia, termasuk cara kita berpakaian, kawin dan berdoa”. Islam ditempatkan bukan hanya sebagai musuh baru bagi Barat, tapi juga musuh bagi seluruh kemanusiaan.

Nasib Umat Islam Masa Kini
Masa-masa dalam perjalanan fase-fase sejarah yang dilalui oleh kaum Muslimin disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Kenabian tidak terwujud antara kamu sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan kehendaknya. Sesudah itu ada khilafah yang sesuai dengan manhaj (sistem) kenabian, sesuai dengan kehendaknya. Lalu ada raja yang gigih (berpegang teguh dalam memperjuangkan Islam) yang lamanya sesuai kehendak-Nya. Setelah itu ada raja yang diktator selama waktu yang dikehendaki Allah. Lalu Allah akan menghapusnya. Lalu, akan ada khilafah yang sesuai dengan tuntunan kenabian. Lalu beliau terdiam”. (HR. Ahmad (IV/273) dan Ath-Thayalisi dalam musnad-nya (no. 438).
Masa Kenabian, Khulafa ar-rasyidin dan terakhir mulkan adhon telah berakir sampai dengan kekhalifahan Islam Islam yang terakhir khalifah utsmaniyah, yang berpusat di Turki (1517-1924 M/923-1349 H). DR.Yusuf Al-Qarodhowi dan ulama lainnya menyebut masa yang kita alami dewasa ini adalah masa mulkan jabariyah (kekuasaan global yang menghegemoni) , Masa ini ditandai dengan munculnya penguasa di negara-negara muslim pasca kolonialisme Barat, yang mengadopsi sistem pemerintahan dan hukum alanegara yang menjajahnya. Penguasa negeri muslim memaksakan sistem impor berupa sistem kapitalisme-liberal dan demokrasi-sekuler sebagai ideologi dan alat untuk mengatur urusan umat Islam. Sebagaimana dinyatakan Yudi Latif, Ph.D, bahwa dalam sejarahnya, kekuatan-kekuatan kolonial-lah yang mendorong dan memberikan perhatian yang besar pada proyek sekularisasi sebagai upaya untuk mengenyahkan Islam dari ranah politik (political sphere).
Sebagai contoh, kasus di Turki pasca hancurnya khilafah al-Utsmaniyah Islamiyah, Mustafa Kemal, seorang komandan militer Turki, menggunakan kekuatan militer secara otoriter memaksakan nasionalisme (yang dikemas dengan ideologi kemalisme) dan gerakan sekularisasi Turki. Di Mesir, sikappseudo-demokrasi bahkan represif pemerintah dalam mengekang gerakan dakwah dan kemenangan harokah Islamiyah, serta sikap curang rezim militer dan penguasa nasionalis-sekuler yang dibantu Perancis di Al-Jazair terhadap kemenangan partai FIS, dll.
Penguasa-penguasa tersebut tidaklah membawa umat Islam kepada kemajuan, kemakmuran dan keadilan, namun justru semakin terpuruk baik dari aspek agama, sosial, politik, ekonomi, keamanan, dstnya. Eksploitasi kekayaan alam milik umat tanpa perhitungan yang diserahkan kepada pengusaha kapitalis asing, terjeratnya negara oleh utang luar negeri dari negara-negara kapitalis dengan sistem riba yang berbunga besar, sistem ekonomi dan politik yang tunduk pada skenario negara-negara Barat, khususnya super power AS, dstnya.
Demikianlah, sedikit demi sedikit bangunan Islam dibongkar mulai dari syariat dan kekuasaan politik yang memayunginya hingga akhirnya kewajiban-kewajiban agama yang paling asasi (fardhu ‘ain) bagi tiap pribadi muslim. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh ikatan simpul-simpul Islam akan terputus satu persatu. Apabila satu ikatan simpul terputus maka orang akan bergantung pada ikatan simpul yang berikutnya. Simpul ikatan yang pertama kali terputus adalah hukum, dan yang paling akhir adalah sholat” (HR. Ahmad). Akibatnya, Islam yang kaffah menjadi asing (bada-a al-Islamu ghariban wa saya’udu ghariban kama bada’a fathubaa li al-ghurabaa). Terlebih lagi ketika gencarnya ghazwul fikr deras melanda pemahaman dan keyakinan kaum muslimin yang mengubah syakhsiyah-nya mengikuti way of life dan life style ala Barat, Rasulullah SAW bersabda: latattabi’anna…”Sungguh, kamu akanmengikuti kebiasaan (cara hidup) orang-orang sebelum kamu sedikit demi sedikit, hingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak pun kamu tetap akan mengikutinya. Para shahabat bertanya: Apakah orang yang diikuti itu yahudi dan Nashrani? Rasulullah menjawab: Siapa lagi?” (HR. Bukhari)
Pada masa ini kekuatan umat Islam sang lemah seperti buih (gutsa as-sail), umat atau peradaban lainnya berlomba-lomba untuk mengeksploitasinya. Umat Islam dewasa ini, secara kuantitas banyak, namun secara kualitas sangat rendah. Rasulullah menyebut bahwa mereka terjangkiti penyakit wahn yaitu hubb ad-dunya wa karohiyah al-maut.Hal itu tampak dari gaya hidup materialis, kapitalis, liberalisdan hedonis,serta takut berjuang untuk Islam.

Masa Depan Islam di Penghujung Sejarah

Nabi Muhamad SAW sebagai seorang yang as-shodiqul mashduq (Seorang yang jujur dan selalu diakui kejujurannya)dan senantiasa dalam bimbingan wahyu (QS. An-Najm: 3-4) menyebutkan dalam hadis-hadis futuristik beliau tentang masa depan umat beliau, antara lainJatuhnya Kota Roma bahkan wilayah Eropa dan Amerika pada umumnya di bawah kekuasaan Islam. “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah Saw, tiba-tiba beliau ditanya: ”Mana yang lebih dahulu ditaklukkan, Konstantinopel atau Romawi?”. Beliau menjawab: “Kota Heraclius-lah yang akan ditaklukan terlebih dahulu.” (Kota Heraclius) maksudnya adalah Konstantinopel.” (Shahih. HR. Imam Ahmad (II/176), ad-darimi (I/126), al-Hakim (III/422 dan IV/598), dll).Rumiyyah adalah Roma, ibukota Italia sekarang.Sebagaimana diketahui dalam sejarahnya, kemenangan yang pertama diraih kaum Muslimin—yaitu direbutnya kota Konstantinopel—dipimpin oleh Muhammad al-Fatih al-Utsmani (lebih dari 800 tahun setelah Rasulullah menyampaikan hadis tersebut). Adaoun, kemenangan kedua (direbutnya kota Roma), InsyaAllah akan diraih dibawah kepemimpinan khalifah yang tangguh.
Selanjutnya, Kaum Muslimin akan memiliki kekuasaan atas seluruh penjuru bumi. Rasulullah SAW bersabda : (artinya) “Allah SWT telah menghimpun (mengumpulkan dan menyatukan) bumi ini untukku. Oleh karena itu, aku dapat menyaksikan belahan Bumi Barat dan Timur. Sungguh kekuasaan umatku akan sampai ke daerah yang dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku itu.” (Shahih. HR. Muslim (8/171), Abu dawud (4252), At-Tirmidzi (2/27).
Masa ini adalah menjelang berakhirnya umur dunia sebab Nabi terdiam setelah menyebut fase ini. Hal tersebut mengisyaratkan tidak ada lagi fase setelah itu melainkan berakhirnya sejarah dunia (kiamat). Rasulullah bersabda:“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kaum Muslimin memerangi orang-orang Yahudi. Mereka ditumpas oleh kaum muslim sampai tatkala mereka bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan, maka batu dan pohon itu akan berkata: Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ini orang Yahudi ada dibelakangku, datang dan bunuhlah dia. Kecuali pohon Gharqod, karena sesungguhnya ia adalah pohon kaum Yahudi”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Keberadaan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW ini, menurut Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani merupakan kabar gembira mengenai kembalinya kekuasaan kepada kaum muslimin dan tersebarnya pemeluk Islam di seluruh penjuru dunia hingga dapat membantu tercapainya tujuan Islam dan menciptakan masa depan yang prospektif dan membanggakan.
Kalau Fukuyama menyatakan bahwa the end of history(akhir dari sejarah umat manusia) dimenangkan oleh peradaban Barat. Maka, kita meyakini bahwa the end of history dimenangkan oleh peradaban Islam. Hal demikian berdasarkan taujih Rabbani tentang pergiliran kekuasaan ( di ayat sebelumnya) serta janji-Nya untuk kemenangan agama ini, dan khabar dari Rasulullah yang shahih di atas.
Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata: tidak sedikit (orang) yang mengira bahwa janji tersebut telah terwujud pada masa Nabi SAW, masa Khulafa ar-Rasyidin, dan pada masa-masa khilafah sesudahnya yang bijaksana. Padahal kenyataannya tidak demikian. Yang sudah terealisir saat itu hanyalah sebagian kecil dari janji di atas sebagaimana diisyaratkan oleh Rasul SAW melalui hadisnya—riwayat Muslim dan yang lainnya.
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengganti kondisi mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur:55).

Demikianlah masa-masa itu akan berlangsung yang kebenarannya Insya Allah telah, sedang dan akan kita saksikan: “Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an setelah beberapa waktu lagi”(QS. Shaad: 88)


Perjuangan Menuju Masa Depan Kejayaan Islam
“…Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… (QS. Ar-Ra’d : 11). Untuk merubah kondisi kemundurun yang dialaminya pada hari-hari ini, umat Islam harus berjuang dan bangkit. Adapun arah kebangkitan menuju kejayaan tersebut adalah kembalinya umat Islam kepada Islam sebagai dien-nya yaitu Islam sebagai landasan aqidah dan ideology mereka, dan syari’at sebagai system hidup (manhajul hayah) yang diterapkan dalam semua dimensi kehidupan. “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya : 10). Rasulullah SAW bersabda: Idza tabaya’tum bil ‘inah wa akhodztum adznabal baqori wa radhitum bizzar’I wa taraktumul jihad, sallathollahu ‘alaikum dzullan, la yanzi’uhu hatta tarji’uw ila diinikum. (“Jika kamu telah berjual beli dengan system riba, dan sibuk dengan (profesi kehidupan dunia berupa) peternakan dan pertanian serta meninggalkan kewajiban jihad. Maka, Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan. Kehinaan itu tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud, di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albani).
Tugas umat Islam adalah menyambut berita kemenangan dengan menyiapkan kekuatan (I’dad al-quwwah) serta berjihad di jalan Allah, sebagaimana Allah SWT perintahkan: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya” (QS. Al-Anfal : 60) “Hai orang-orang mu’min, jika kamu menolongAllah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.“ (QS. Muhammad : 7)
Walaupun saat ini kekuatan umat Islam sangat lemah seperti buih (gutsa as-sail), secara kuantitas banyak, namun secara kualitas sangat rendah, sementara umat atau peradaban lainnya berlomba-lomba untuk mengeksploitasinya. Namun, ketahuilah, tetap akan ada para mujadid yang “memperbaharui agama” setiap seratus tahun (1 abad). Demikian pula tetap ada selalu orang-orang yang memegang teguh Islam dan memperjuangkannya (la tazalu thaifatun min ummati dhahiratan ‘ala al-haq, la yadhuruhum man khalafum hatta ya’tiya amrullahi wa hum ‘ala dzalika.” (HR, Muslim). Artinya: “Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang menegakkan al-haq. Orang-orang yang menyelisihi dan memusuhi mereka tidak akan mampu memudaratkan mereka sampai Allah menetapkan urusan-Nya dan mereka tetap komitmen dengan sikap mereka). Mereka adalah al-ghuraba’ wa al-firqatun al-najiyah wa at-tha’ifah al-manshurah (orang-orang yang “terasing”, yang mendapatkan kemenangan dan pertolongan). Semoga Allah Ta’ala menggolongkan kita termasuk bagian dari mereka. Amiin.
Muhammad Wassel menjelaskan: “dewasa ini Islam sedang melintasi suatu fase yang sangat kritis. Kebangkitan Islam secara luas mendapat tempat di hampir setiap negeri Muslim. Struktur-struktur politik dari berbagai negeri muslim sedang mengalami diversivikasi besar-besaran semenjak tercapainya kemerdekaan. Gerakan Islamisasi yang ditujukan untuk tercapainya renaisans intelektual dan kultural, muncul di seluruh dunia Islam dengan semangat yang sangat besar untuk merehabilitasi Islam, membangkitkan kembali kejayaan peradaban masa lalu dan membangun kembali ideologi Islam”

Minggu, 01 November 2015

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR YANG BENAR

cara Duduk Tasyahud Akhir yang benar
1. Duduk tasyahud akhir termasuk rukun shalat, sehingga tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun
2. Cara duduk tasyahud akhir ADA DUA:
a. Jika shalat yang dikerjakan hanya memiliki SATU TASYAHUD, seperti :
•shalat subuh,
•shalat witir
maka duduk tasyahud akhir dilakukan dengan POSISI IFTIRASY.
Tata caranya sama seperti DUDUK DIANTARA DUA SUJUD.
Ini adalah pendapat Imam Ahmad berdasarkan hadis Wail bin Hujr, ketika menceritakan cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ูู„ู…ุง ู‚ุนุฏ ู„ู„ุชุดู‡ุฏ؛ ูุฑุด ุฑุฌู„ู‡ ุงู„ูŠุณุฑู‰، ุซู… ู‚ุนุฏ ุนู„ูŠู‡ุง،… ุซู… ุนู‚ุฏ ุฃุตุงุจุนู‡، ูˆุฌุนู„ ุญู„ู‚ุฉ ุจุงู„ุฅุจู‡ุงู… ูˆุงู„ูˆุณุทู‰، ุซู… ุฌุนู„ ูŠุฏุนูˆ ุจุงู„ุฃุฎุฑู‰.
“Ketika beliau duduk tasyahud, beliau membentangkan kaki kiri lalu mendudukinya…, dan beliau mengepalkan jari-jarinya, membuat lingkaran antara jempol dengan jari tengah, kemudian beliau berdoa.”
(HR. Nasai dan dishahihkan Al-Albani)
Kalimat “kemudian beliau berdoa” menunjukkan bahwa itu dilakukan ketika tasyahud akhir. Dan sebagian ulama menjelaskan bahwa itu terjadi ketika shalat subuh.
b. Jika shalat yang dikerjakan hanya memiliki DUA TASYAHUD, seperti :
•shalat zuhur,
•atau shalat wajib 4 rakaat lainnya atau
•shalat maghrib
maka duduk tasyahud akhir dilakukan dengan POSISI TAWARUK
(HR. Bukhari).
3. CARA DUDUK TAWARUK :
a. Pantat diletakkan di tanah, telapak kaki kanan ditegakkan dan telapak kaki kiri berada di bawah kaki kanan.
Abu Humaid menceritakan cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ูˆَุฅِุฐَุง ุฌَู„َุณَ ูِูŠ ุงู„ุฑَّูƒْุนَุฉِ ุงู„ุขุฎِุฑَุฉِ ู‚َุฏَّู…َ ุฑِุฌْู„َู‡ُ ุงู„ูŠُุณْุฑَู‰، ูˆَู†َุตَุจَ ุงู„ุฃُุฎْุฑَู‰ ูˆَู‚َุนَุฏَ ุนَู„َู‰ ู…َู‚ْุนَุฏَุชِู‡ِ
“Jika beliau duduk di rakaat akhir, beliau majukan kaki kiri dan beliau tegakkan telapak kaki kanan, dan beliau duduk di tanah.” (HR. Bukhari)
b. Pantat diletakkan di tanah, telapak kaki kanan dibentangkan, dan telapak kaki kiri di atas kaki kanan.
Cara kedua ini kadang-kadang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. berdasarkan keterangan dalam hadis dari Zubair bin Awam radhiyallahu ‘anhu,
ูƒَุงู†َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฅِุฐَุง ู‚َุนَุฏَ ูِูŠ ุงู„ุตَّู„َุงุฉِ، ุฌَุนَู„َ ู‚َุฏَู…َู‡ُ ุงู„ْูŠُุณْุฑَู‰ ุจَูŠْู†َ ูَุฎِุฐِู‡ِ ูˆَุณَุงู‚ِู‡ِ، ูˆَูَุฑَุดَ ู‚َุฏَู…َู‡ُ ุงู„ْูŠُู…ْู†َู‰
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila duduk (tasyahud akhir) dalam shalat, beliau posisikan telapak kaki kiri antara paha dan betis kanan, dan beliau bentangkan telapak kaki kanan.”
(HR. Muslim).
4. Kedua tangan berada di atas paha, dan posisi siku tidak melebar melebihi paha. Sebagaiman disebutkan dalam hadis dari Wail bin Hujr yang diriwayatkan Abu Daud dan lainnya.
5. Dianjurkan mengisyaratkan jari telunjuk tangan kanan ke arah kiblat DARI AWAL DUDUK TASYAHUD. Karena isyarat jari telunjuk tersebut dilakukan mengiringi doa yang dibaca ketika tasyahud.
6. Dianjurkan MENGARAHKAN PANDANGAN ke ARAH ISYARAT TELUNJUK.
Berdasarkan keterangan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ketika menceritakan cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ูˆَุฃَุดَุงุฑَ ุจِุฃُุตْุจُุนِู‡ِ ุงู„َّุชِูŠ ุชَู„ِูŠ ุงู„ْุฅِุจْู‡َุงู…َ ูِูŠ ุงู„ْู‚ِุจْู„َุฉِ، ูˆَุฑَู…َู‰ ุจِุจَุตَุฑِู‡ِ ุฅِู„َูŠْู‡َุง
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan jari telunjuknya ke arah kiblat, dan beliau MENGARAHKAN PANDANGANNYA ke ARAH JARINYA.”
(HR. Nasai dan dishahihkan Al-Albani)
7. Cara mengacungkan jari telunjuk, sama dengan mengacungkan jari telunjuk ketika tasyahud awal.
8. Catatan: kepala tetap tegak lurus.tdk miring
Karena itu, secara sengaja memiringkan kepala ketika tasyahud akhir, termasuk kekeliruan ketika tasyahud. Berbeda jika kepala miring ini terjadi karena pengaruh posisi tubuh yang tidak simetris seimbang.
WAllahualam....

SEKOLAH TINGGIMU BUKAN UNTUK MENJADI KARYAWATI,TAPI UNTUK MENJADI MADRASAH TERBAIK BAGI SI BUAH HATI

Hentikan Ustadz, Aku Tak Tahan Lagi !

Tahun 2010, saya melakukan survey dengan bertanya kepada beberap perempuan bekerja. Pertanyaan saya sangat sederhana, “Bu, bagaimana perasaan ibu dengan kondisi ibu bekerja saat ini, lebih merasa cukup dengan suami saja bekerja atau merasa lebih cukup dengan ibu ikut bekerja ?

•90% perempuan bekerja menjawab, “Saya merasa cukup dengan hanya suami saja yang bekerja ketimbang saat ini saya ikut bekerja.”

•Para istri yang saya survei itu mengaku justru dengan dirinya bekerja, utang keluarga justru bertambah, padahal niat awalnya agar utang suami tidak bertambah parah. Dulu semua yang diinginkan selalu bisa terpenuhi tapi dengan ikut bekerja menjadi selalu kurang, tidak ada yang cukup.

•Setelah para istri ini curhat tentang kondisinya, lalu saya bertanya kepada, “Ibu tahu tidak penyebab mengapa dulu saat suami ibu yang bekerja semuanya tercukupi dan sekarang ibu bekerja justru selalu kurang ?”

•Ibu-ibu itu menggeleng. Mereka hanya heran harusnya dengan ikut bekerja kebutuhan rumah tangga menjadi lebih dari cukup.

•Saya sampaikan begini kepada ibu-ibu itu :

Keberkahan rezki ibu telah hilang, ibu-ibu tahu mengapa hilang ? Begini, dulu saat suami ibu saja yang bekerja ibu masih sempat mengurus anak-anak berangkat sekolah. Ibu masih sempat membangunkan suami untuk shalat malam. Ibu masih sempat membuatkan sarapan untuknya. Dan ketika suami ibu pulang kerja, ibu sudah cantik berdandan rapi untuk menghilangkan kelelahan suami ibu sore itu. Ibu masak yang terenak untuk suami dan masih sempat membacakan dongeng untuk anak-anak ketika akan tidur dan masih “fresh” saat suami ibu mengajak bercinta.

•Tapi saat ibu bekerja saat ini, ibu lebih awal kan berangkat dari suami? Karena ibu masuk jam 7 pagi karena khawatir terlambat dan jauh ibu berangkat jam 5.30 padahal barangkali suami baru saja mandi. Anak-anak belum terurus baju sekolahnya, bahkan bisa saja di antara mereka nggak ada yang sarapan karena Ibu lupa menyediakan. Iya kan bu ?’ Kata saya kepada mereka.

•Di antara ibu-ibu yang bekerja ini mulai menangis. Saya meminta izin untuk meneruskan taujih di sore itu.

•“Dan ketika suami ibu pulang, ibu belum pulangkan karena ibu diminta lembur oleh boss ibu di pabrik. Ketika suami sudah ada di rumah jam 5 sore, ibu masih berkutat dengan pekerjaan sampai jam 8 malam. Suami ibu bingung ke mana dia mengadukan ceritanya hari itu dia mencari nafkah. Anak-anak ibu belum mandi bahkan bisa saja di antara mereka ada yang tidak shalat Maghrib, karena tidak ada yang mengingatkannya. Kemudian mau makan akhirnya makan seadanya, hanya masak mie dan telur karena hanya itu yang mereka mampu masak.

•Suami ibu hanya makan itu bahkan hampir tiap malam, sedangkan ibu baru pulang jam 9 sampai di rumah di saat anak-anak ibu sudah lelah karena banyak bermain, bahkan di antara mereka masih ada yang bau karena nggak mandi. Suami ibu terkapar tertidur karena kelelahan, karena suami ibu menunggu kedatangan ibu. Kondisi ibu juga lelah, sangat lelah bahkan, ibu bahkan berbulan-bulan tidak bisa berhubungan intim dengan suami karena kelelahan….”

•Ibu bekerja untuk menambah keuangan keluarga tapi ibu kehilangan banyak hal. Hal-hal yang pokok menjadi tidak selesai. Hal-hal yang ibu kerjakan di pabrik juga tidak maksimal karena hati ibu sedih tidak punya kesempatan mengurus suami dan anak-anak. Pakaian suami dan anak-anak kumal, kuku anak-anak panjang, rambut anak-anak gondrong dan tak terurus.

•Ibu-ibu itu semakin kencang menangisnya, di antara mereka mengatakan “Hentikan ustadz, aku tak tahan lagi, hentikan”, sang ibu itu memeluk teman yang di sebelahnya dan menangis.

•Sore itu saya berusaha menyampaikan kewajiban saya sebagai dai. Katakan yang benar itu walaupun harus membuat hati sedih. Di penutup saya menyampaikan, “Tidak ada larangan buat ibu bekerja dengan satu syarat, tugas pokok ibu tidak ada masalah, tidak ada hak-hak suami dan anak-anak yang berkurang yang dapat menyebabkan ketidak berkahan uang yang ibu dapatkan dari bekerja. Pastikan itu semua tidak ada masalah dan bekerjalah setelah itu”

•Adzan Maghrib sore itu menghentikan ceramah saya di sela tangis ibu-ibu yang ingin segera pulang untuk bertemu dengan suami dan anak-anak mereka.

(adi/dakwatuna)

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=930794143622655&set=a.197208960314514.39457.100000762352983&type=3

Sabtu, 28 Februari 2015

PERPECAHAN UMMAT ISLAM

Mengapa Umat Islam Terpecah-Belah...............???
Saya dengar ada sebuah Hadis yang mengatakan bahwa agama kita akan pecah menjadi 73 golongan. Benarkah.........?
Bila yang anda tanyakan Hadisnya, memang benar ada Hadis yang mengatakan hal seperti itu, dan perpecahan itu memang sudah terjadi. Tapi bila bicara soal jumlah pecahan agama kita, seorang teman mengatakan bahwa menurut data yang ditemukannya di internet, jumlah pecahan agama kita itu mencapai 3000an.
Bukan main! Tapi, mengapa bisa begitu? Maksud saya, mengapa berita Hadis – perkataan Rasulullah – bisa berbeda dengan kenyataan?
Sebenarnya tidak ada perbedaan. Justru perkataan Rasulullah itu tepat sekali, karena menurut para ahli, dalam bahasa Arab angka tujuh itu sering digunakan untuk menyebut jumlah yang banyak atau sangat banyak. Jelasnya, angka tujuh ada kalanya dijadikan ungkapan untuk menyebut jumlah yang banyak atau banyak sekali.
O, begitu! Kemudian soal perpecahan itu, saya pernah mendengar seorang alim besar mengatakan bahwa perpecahan itu tidak perlu membuat kita berduka cita, karena walaupun berpecah menjadi banyak aliran, semua tetap disebut Rasulullah sebagai umatku.
Itu pemikiran yang menggelikan. Mungkin orang alim yang anda maksud itu sedang bercanda. Bila “umat-ku” (ummatรฏ) itu saya umpamakan se-buah gelas, lalu gelas itu jatuh di lan-tai dan pecah menjadi banyak beling, apakah anda akan tetap mengatakan beling-beling itu sebagai gelas?
Tentu tidak. Paling banter saya akan menyebutnya sebagai mantan gelas.
Ya! Bekas gelas berarti bukan gelas lagi. Bila kita gunakan gelas sebagai contoh, Rasulullah mengata-kan “gelasku” akan pecah menjadi “73” beling, dan beliau tidak mengatakan bahwa “73 beling” sebagai “gelasku”.
Tapi, saya kira, perumpamaan gelas itu kurang tepat; karena katanya dalam hadis itu disebutkan ada satu golongan yang selamat, tidak masuk neraka.
Anda benar. Perumpamaan gelas saya gunakan hanya untuk menegaskan bahwa perpecahan itu adalah sesuatu yang disesali oleh Rasulullah, bukan sesuatu yang dibenarkan atau dianggap sah-sah saja. Tegasnya, dalam Hadis itu sebenarnya Rasulullah sedang memberikan peringatan bahwa menurut sejarah (historis) perpecahan itu sesuatu yang niscaya (hampir pasti) terjadi, dan beliau tidak bisa mencegah, apalagi setelah beliau wafat. Jadi, boleh dikatakan bahwa perpecahan itu sesuatu yang bakal terjadi sebagai perulangan sejarah.
Apakah Rasulullah menyebutkan bahwa perpecahan itu memang merupakan perulangan sejarah?
Dalam Hadis tersebut, beliau memulai dengan menyebutkan Yahudi di urutan pertama, kemudian Nasrani, setelah itu baru disebutkan umatnya sendiri. Bila hal itu merupakan perulangan sejarah, berarti Hadis itu hanya berisi berita, bukan peringatan. Beliau mengatakan bahwa pada saat umatnya pecah menjadi 73 golongan, ada satu golongan yang selamat. Selainnya celaka! Di situlah letak peringatannya.
Maksud anda?
Dengan mengatakan bahwa ada satu golongan dari 73 pecahan, maka kita diingatkan oleh Rasulullah agar kita masuk ke dalam golongan yang satu itu.
Nah! Justru di situ sulitnya. Semua golongan, apakah jumlah-nya 73 atau 3000an, masing-masing kan mengaku sebagai pihak yang benar, pihak yang selamat! Saya jadi bingung.
Karena itu, jangan bicara masalah pengakuan, atau mengaku-aku. Pengakuan itu kan kata dasarnya “aku”, atau “ego” dalam bahasa Latin, atau “ana” dalam bahasa Arab. Pengakuan itu subyektif, yaitu berhubungan dengan segala gagasan dan perasaan yang ada dalam batin kita (ideas, feelings that exist in the mind), yang belum tentu ada dalam kenyataan. Selagi kita bersikap subyektif, maka selama itu kita akan merasa bahwa kitalah yang benar, orang lain salah semua. Tidak ada yang benar kecuali aku!
Apakah Rasulullah, dalam Hadis itu, memberikan batasan atau kriteria untuk pihak yang selamat itu?
Ya. Batasannya begitu jelas; dan saya kira tidak membuka peluang bagi masuknya “setan aku-aku”, yang suka mengaku-aku bahwa dirinya be-nar dan orang lain salah. Jelasnya, mari kita perhatikan Hadisnya!  Saya menemukan beberapa Ha-dis yang berkaitan dengan masalah perpecahan tersebut. Ini Hadis Abu Daud:
hadis
“Camkanlah bahwa orang sebelum kalian dari kalangan Ahli Kitab telah terpecah menjadi 72 millah dan sungguh millah ini (agama Islam) akan pecah menjadi 73 golongan. 72 golongan di Neraka dan satu golongan di Jannah, yaitu Al-Jama’ah.”
Ini Hadis Ibnu Majah:
hadis2
“Yahudi telah pecah menjadi 71 firqah (golongan). Satu firqah di Jannah, dan 70 firqah di Neraka. Nasrani juga pecah menjadi 72 firqah. 71 firqah di Neraka, dan 1 fir-qah di Jannah. Sungguh, demi Dia yang menguasai diri Muhammad (Allah), umatku ini benar-benar akan pecah menjadi 73 firqah. Satu firqah di Jannah, dan 72 firqah di Neraka.” Maka Rasulullah ditanya, “Siapakah mereka (yang di Jannah itu)?” Jawab Rasulullah, “Al-Jama’ah.”
Itulah contoh-contoh dari sejumlah Hadis yang bernada sama; yaitu berbicara tentang perpecahan yang terjadi pada Yahudi dan Nasrani, yang juga terjadi pada umat Islam. Dalam kedua Hadis yang anda kutipkan itu disebutkan bahwa yang selamat dari neraka adalah al-jama’ah.
Adakah penegasan dari Rasulullah tentang apa yang disebut dengan istilah al-jama’ah itu?
Dalam sebuah Hadis lain , Rasulullah menggambarkan al-jama’ah itu sebagai ma ana ‘alaihi wa as-hรฃbi (ู…ุง ุฃู†ุง ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุฃุตุญุงุจู‰), yaitu “sesuatu”, yang di dalamnya terdapat Rasulullah bersama para sahabat beliau.
O, jadi yang dimaksud adalah jama’ah yang dibentuk oleh Rasulullah sendiri?
Ya! Itulah jama’ah yang sebenarnya, jama’ah teladan.
Tapi, identitas jama’ah Rasulullah itu kan sudah tidak jelas lagi, karena sudah terkubur dalam waktu belasan abad.
Para pembangun jama’ah awal, yang selanjutnya harus diteladani itu memang merupakan umat yang sudah lewat selama belasan abad dari kita. Tapi, bila anda katakan bahwa identitas mereka sudah tidak jelas lagi, itu salah besar. Identitas mereka masih ada, dan amat jelas, karena direkam Allah dalam Al-Qurรฃn.
Benarkah? Bisa anda sebutkan ayat-ayat yang merekam identitas jama’ah Rasulullah itu?
Ada banyak ayat. Untuk sementara kita ambil salah satunya, yaitu gambaran yang terdapat dalam surat Al-Fath ayat 29:
alfath-29
Muhammad, Rasulullah, serta para pengikutnya, bersikap tegas terhadap kaum kafir seraya berkasih-sayang dengan sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari ka-runia dan ridha Allah. Ciri mereka tampak pada penampilan mereka, yang membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang yang patuh (su-jud). Begitulah gambaran mereka dalam Taurat maupun Injil (yaitu sama dengan gambaran mereka da-lam Al-Qurรฃn). Mereka berkembang (menjadi besar dan banyak) seperti halnya tanaman mengeluarkan tunas-nya, yang kemudian bertambah kuat dan besar; lalu batangnya pun tegak lurus menjulang, sehingga menakjub-kan para penanamnya; dan dengan pertumbuhan mereka itu Allah mem-buat dongkol orang-orang kafir. (de-ngan demikian) Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman, yakni mereka yang berbuat tepat (sesuai ajaran Allah) bahwa dari mereka pasti muncul perbaikan hidup serta anugerah yang besar tiada tara.
Saya lihat dalam ayat ini ada enam ciri jama’ah Rasulullah. Pertama, sikap tegas terhadap orang kafir. Tapi harap dicatat bahwa tegas atau keras di sini lebih dititikberatkan pada ketegasan pendirian yang tidak kenal kompromi dalam menegakkan kebenaran. Namun dalam pergaulan sebagai sesama manusia, siapa pun diperlakukan secara ba-ik oleh setiap muslim. Dengan kata lain, tegas di sini juga berarti adil, baik terhadap diri sendiri, golongan sendiri, maupun orang dan golongan lain.
Tapi, bisakah dikatakan baik dan adil bila kita bersikap keras?
Tadi sudah saya katakan bahwa keras yang dimaksud adalah tidak kenal kompromi dalam menegakkan kebenaran. Harap anda catat bahwa kebenaran itu, bila ditegakkan, pasti akan menguntungkan semua orang. Sebaliknya, bila sudah ada kompromi dalam penegakan kebenaran, celakalah semua orang.
Saya masih belum mengerti maksud anda.
Contohnya adalah pelaksanaan hukum cambuk di Aceh b eberapa yaktu lalu, yang menimbulkan perdebatan, antara lain karena hukum itu tidak berlaku bagi semua orang yang terbukti bersalah. Jelasnya, ada sebagian dari mereka yang bersalah tidak dikenai hukum cambuk karena mereka bisa membayar denda. Dengan demikian, timbul kesan bahwa hukum itu hanya berlaku bagi orang-orang miskin. Di sinilah saya melihat ada semacam kompromi dalam penegakkan kebenaran. Kalau memang ada pilihan antara dicambuk dan membayar denda, uang dendanya tentu harus mahal, sehingga benar-benar memberatkan pelaku.
Bila contohnya kasus hukum cambuk di Aceh, saya kira itu tidak cocok dengan karinah (konteks) ayat tersebut, karena yang disebut dalam ayat itu adalah sikap tegas atau keras terhadap orang kafir.
Dalam sebuah Hadis disebutkan bahwa seseorang tidak akan berzina atau mencuri bila pada saat ia berbuat itu dia dalam keadaan beriman. Jelasnya, kekafiran itu pada hakikatnya melekat pada orang yang melakukan pelanggaran hukum.
Jadi, yang disebut kafir itu bukan orang yang menolak da’wah Islam?
Secara umum, dari sudut pandang Islam, orang kafir adalah mereka yang menentang atau menolak da’wah Islam. Begitu juga bila anda menggunakan sudut pandang lain. Dari sudut pandang Kristen, misalnya, tentu saja orang kafir adalah orang yang menolak agama Kristen. Kemudian, secara khusus, dalam konteks internal umat Islam itu sendiri, orang Islam yang melakukan pelanggaran hukum pada hakikatnya telah berperilaku seperti orang kafir. Dengan demikian, sikap tegas atau keras itu pada hakikatnya ditujukan pada perilaku kafir itu sendiri, yang kadang justru hinggap pada orang yang mengaku mu’min.
Tapi, barangkali ajaran inilah yang menyebabkan sebagian orang Islam bersikap garang terhadap orang-orang non-Islam!
Oh! Jangan keliru! Nabi Muhammad memberikan contoh bahwa ketegasan itu harus diberlakukan secara tidak pandang bulu, tapi juga harus proporsional (pada tempatnya). Dalam Piagam Madinah, misalnya, beliau menegaskan bahwa setiap penjahat harus dihukum, walau dia adalah keluarga sendiri. Karena itulah beliau juga menegaskan bahwa seandainya putri beliau mencuri, maka beliau akan memotong tangannya (Fathimah). Di Madinah, beliau memimpin penyerangan dan pengusiran terhadap Yahudi, karena mereka sebelumnya sudah terikat dalam peraturan yang disepakati bersama, yaitu Piagam Madinah. Nabi bersikap tegas dan keras terhadap mereka karena mereka melanggar kesepakatan itu.Saya kira, apa yang dilakukan Nabi itu pastilah akan dilakukan oleh setiap orang yang memahami arti penegakan hukum.
Jadi, orang Islam yang melakukan tindakan teror adalah orang yang tidak memahami hukum itu?
Ya. Gampangnya begitulah. Tapi, ingat, perkara terorisme bukan masalah sederhana. Ini sudah menyangkut politik internasional, berkaitan dengan trik-trik militer, bahkan mungkin tidak terpisahkan dari isu benturan peradaban yang diungkapkan Samuel Huntington dalam bukunya yang terkenal itu.
Wah, jadi melantur nih!
Ya. Sekarang kita kembali kepada pembicaraan kita tentang ciri-ciri al-jama’ah yang dibentuk oleh Rasulullah bersama para sahabatnya. Saya ulangi, ciri pertama, ketegasan terhadap orang orang kafir atau kekafiran. Itu sudah kita bahas. Ciri kedua adalah berkasih-sayang dengan sesama muslim. Ini tuntutan mutlak untuk membuktikan iman. Dalam hal ini Rasulullah sampai harus menegaskan bahwa kita belum berhak mengaku mu’min sebelum kita mencintai saudara seiman seperti mencintai diri sendiri. Kemudian, ciri ketiga, ruku’ dan sujud mencari karunia dan ridha Allah. Ini bukan ruku’ dan sujud dalam shalat ritual, tapi gambaran sikap keseharian seorang mu’min yang serba penuh kepatuhan terhadap Allah dalam setiap geraknya, yang di sini dilambangkan dengan ruku’ dan sujud. Ciri keempat, bekas sujud pada wajah. Ini juga tidak bisa dipahami dalam pengertian harfiah. Kata wajhun, yang jamaknya, wujuhun(ูˆุฌุญ) tidak selalu berarti paras, tapi bisa juga berarti jalan, arah, pihak, maksud, segala yang tampak (= segi atau aspek). Bahkan juga bisa berarti pemimpin kaum.
Lalu, dalam konteks ayat itu, pengertian mana yang cocok?
Karena yang dibicarakan di sini adalah ciri-ciri al-jama’ah yang dibentuk Rasulullah bersama para sahabatnya, makawujuh (jamak dari wajh) di sini tentu segala segi atau aspek dari ‘tampilan’ mereka secara keseluruhan, yang merupakan pancaran dari kepatuhan (sujud) mereka terhadap Allah.
Jadi bukan warna hitam pada muka seseorang, sebagai bukti bahwa ia banyak bersujud?
Saya kira, bukan! Sebab, yang begitu sih bisa direkayasa, bisa dibuat-buat.
Maksud anda?
Ada orang yang pernah mengikuti suatu aliran tasauf mengatakan bahwa tanda itu bisa dibuat dengan cara menggosok dahi dengan buah kelapa. Cara lainnya, mungkin dengan menekankan kepala agak keras di lantai ketika bersujud, dan waktunya diperlama dengan mengulang bacaan sujud puluhan kali.
Apakah hal itu pernah dilakukan Rasulullah?
Sayangnya, tidak! Kita belum menemukan Hadis yang menceritakan bahwa di dahi Rasulullah ada tanda hitam bekas sujud. Selain itu, ciri shalat Rasulullah adalah berdirinya yang lama, bukan sujudnya.
Terus, apa ciri yang kelima?
Ciri kelima dari jama’ah Rasulullah adalah bahwa mereka mempunyai kesamaan dengan jama’ah Musa (Taurat) dan Isa (Injil), dan tentu juga dengan jama’ah para rasul yang lain. Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa jama’ah para rasul Allah itu mempunyai ciri yang sama, meskipun mereka hidup di zaman-zaman yang berbeda. Terakhir, dan saya kira ini yang paling penting untuk digaris-bawahi; jama’ah Rasulullah itu, apakah rasulnya bernama Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, dan seterusnya sampai Muhammad, semua tumbuh dan berkembang seperti tanaman.
Jelasnya bagaimana?
Bila tanaman tumbuh dan berkembang biak dari satu benih atau biji, jama’ah Rasulullah juga demikian. Mereka bermula dari satu benih, menjadi sebatang pohon, yang selanjutnya melahirkan tunas-tunas baru, yang semakin lama semakin banyak. Ketika dari satu pohon itu telah berkembang biak menjadi banyak pohon yang menutupi sebidang tanah, maka tanah itu pun berubah menjadi kebun, yang dalam Al-Qurรฃn disebut dengan istilah jannah; dan kita menerjemahkannya menjadi sorga.
Wah, saya jadi bingung. Dari uraian anda, saya menangkap gambaran bahwa sorga itu adalah kumpulan manusia.
Tepat! Memang itu yang saya maksud.
Tapi, bukankah sorga itu adalah nama sebuah tempat di alam akhirat nanti?
Ya, itulah konsep yang kita terima selama ini. Dalam kaitan dengan alam setelah kita mati, mungkin benar bahwa jannah itu adalah sebuah tempat, yang kita belum tahu di mana letaknya. Tapi dalam konteks kehidupan kita sekarang, di dunia ini, jannah itu mempunyai dua arti. Pertama, istilah jannatun atau al-jannatu berasal dari kata kerja janna,yang berarti menutupi. Kemudian, mengapa jannatun atau al-jannatu belakangan jadi berarti kebun atau taman? Menurut sahibul hikayat, yang direkam dalam kamus Al-Munjid, seperti yang saya katakan tadi, yang disebut kebun atau taman itu pada hakikatnya adalah sebidang tanah yang tertutup berbagai tumbuhan. (ุงู„ุฌู†ุฉ ุฌ ุฌِู†ุงู† ูˆ ุฌู†ّุงุช: ุงู„ุญุฏูŠู‚ุฉ ุฐุงุช ุงู„ุดุฌุฑ ู‚ูŠู„ ู„ู‡ุง ุฐู„ูƒ ู„ุณุชุฑู‡ุงุงู„ุฃุฑุถ ุจุธู„ุงู„ู‡ุง).
Baiklah, itu asal-usul istilah kebun atau taman. Tapi, saya tidak mengerti bila anda menyamakan jama’ah dengan kebun atau taman.
Anda salah tanggap. Saya tidak menyamakan, hanya mengibaratkan. Pengibarat itu juga bukan berasal dari saya, tapi dari Allah, dari ayat yang sedang kita bahas. Allah mengibaratkan proses pertumbuhan dan perkembangan jama’ah Rasulullah seperti proses tumbuh kembangnya tanaman; yaitu bermula dari benih, jadi sebuah pohon, lalu pohon itu menghasilkan tunas-tunas, yang selanjutnya tumbuh menjadi pohon-pohon baru. Setelah menjadi banyak, pohon-pohon itu akhirnya menutup sebidang tanah. Tanah yang tertutup pepohonan itu kemudian disebut kebun atau taman.
Kenapa disebut kebun atau taman? Kenapa tidak disebut hutan, misalnya?
Ini ada kaitan dengan urusan rekayasa. Hutan terbentuk semata-mata karena kehendak Allah; walau sekarang ada juga hutan buatan manusia. Kebun atau taman adalah hasil rekayasa manusia; walau fasilitasnya bersal dari Allah juga.
Lalu, apa hubungannya dengan jama’ah?
Pertama, kebun atau taman berasal dari satu benih. Begitu juga jama’ah. Kedua, kebun atau taman adalah hasil rekayasa manusia. Begitu juga jama’ah.
Mengapa jama’ah harus diumpamakan seperti kebun atau taman?
Supaya kita menyadari bagaimana proses terbentuknya sebuah jama’ah, dan selanjutnya memahami pula manfaat jama’ah itu. Yaitu, ibarat kebun atau taman, jama’ah itu harus menghidangkan buah-buahan dan umbi-umbian yang bisa dimakan dan menyehatkan. Selain itu, ia juga harus menimbulkan kesejukan, keteduhan, kenyamanan, keserasian, dan keindahan.
O, begitu ya? Saya baru mengerti di mana letak persamaan jannah dengan jama’ah. Kemudian, bila benih tanaman berbentuk biji, benih jama’ah berbentuk apa?
Ini pertanyaan yang menarik! Benih, dalam bahasa Arab, adalah bazrun. Dalam percakapan, orang Arab mengucapkannya bazr. Ada kemungkinan kata bazr inilah yang dipelesetkan orang Indonesia menjadi biji. Tapi Allah sendiri, dalam Al-Qur-รฃn, menyebut benih dengan istilah habbun (ุญุจّ) dan habbah (ุญุจّุฉ), yang huruf-huruf dasarnya sama dengan hubb (ุญุจّ), yang berarti cinta. Nah, benih sebuah jama’ah adalah hubb alias cinta.
Cinta?
Ya! Tepatnya cinta terhadap sebuah konsep.
Cinta terhadap sebuah konsep?
Ya! Cinta terhadap sebuah konseplah yang membuat manusia berhimpun menjadi sebuah jama’ah. Dan benih jama’ah Rasulullah adalah cinta Rasulullah dan para sahabatnya terhadap konsep (ajaran) Allah, yakni Al-Qurรฃn.
Ya Allah! Bulu kuduk saya merinding!
Mengapa?
Karena selama ini saya tak pernah berpikir bahwa sebuah jama’ah itu terbentuk dari cinta terhadap sebuah konsep, dan bahwa jama’ah Rasulullah terbentuk dari cinta Rasulullah serta para sahabatnya terhadap Al-Qurรฃn.
Surat Al-Baqarah ayat 165 bahkan menegaskan bahwa cinta yang dimaksud bukanlah sembarang cinta tapi cinta yang luar biasa terhadap ajaran Allah (ุงุดุฏّ ุญุจّุง ู„ู„ู‡) , yang mengalahkan segala kecintaan mu’min terhadap segala sesuatu yang lain.
Sekarang saya mengerti apa masalah yang paling inti dari perpecahan umat Islam itu! Hal itu terjadi karena mereka tidak mencintai Al-Qurรฃn. Atau karena kecintaan mereka terhadap Al-Qurรฃn berbaur dengan cinta terhadap yang lain. Begitu kan?
Mungkin!
Lalu, bila kecintaan terhadap Al-Qurรฃn berbaur dengan kecintaan terhadap yang lain, apakah itu tidak berarti musyrik?
Secara harfiah, seorang manusia disebut musyrik ketika dia mencampur-aduk sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dengan kata lain, musyrik itu pada hakikatnya adalah sikap mendua, sikap berbagi cinta.
Saya jadi semakin mengerti mengapa perpecahan itu bisa terjadi. Tapi apakah itu terjadi semata-mata karena kecenderungan manusia yang suka mendua hati, atau karena ada faktor-faktor lain?
Tentu ada perpaduan antara kecenderungan manusia dan faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain itu, gampangnya adalah kerja syetan.
Apakah yang anda maksud dengan syetan itu adalah makhluk gaib?
Pertama, ya! Selanjutnya, faktor manusia itu sendirilah yang menentukan. Tepatnya adalah sesuatu yang disebuthuman error. Kelemahan atau kelalaian manusia. Nah, kalau bicara peran syetan sebagai makhluk halus yang merupakan lawan malaikat, maka human error itulah bidang permainan syetan.
Jelasnya bagaimana?
Kita akan coba melihatnya secara gamblang. Sebagai alat bantu, mari kita pelajari dulu dialektika Hegel.
Apa itu delektika Hegel?
Sebuah teori yang bersumber dari Hegel, filsuf sekaligus ahli sejarah, yang terkenal dengan filsafat sejarahnya.
Apa inti ajaran Hegel?
Hegel mengajarkan bahwa “sejarah bukanlah kejadian tanpa arti, tapi merupakan sebuah proses yang melibatkan peran otak manusia, tepatnya merupakan perwujudan dari semangat manusia untuk meraih kebebasan”. (History is not meaningless chance, but a rational process – the reali-zation of the spirit of freedom). Nah, harap dicatat, semangat manusia untuk mencari kebebasan juga adalah bidang permainan syetan!
O ya? jelasnya bagaimana?
Manusia diciptakan untuk mengabdi. Dus, menjadi makhluk yang terikat, bukan makhluk bebas. Dalam rencana Allah, manusia harus mengabdi kepadaNya. Ingat ayat wa ma khalaqtul- jinna wal-insa illa liya’buni. Ketika ia tidak mau menjadi abdi (hamba) Allah, maka otomatis ia menjadi abdi dari “tuhan-tuhan” lain, meski dalam pemikirannya ia menggap dirinya bebas.
Merasa bebas dari  aturan Allah, mengabaikan agama Allah, tapi secara otomatis membudak pada konsep yang lain, di antaranya konsep Hegel, begitu?
Ya!
Kembali pada teori Hegel. Apakah ajarannya mempunyai pengaruh besar bagi manusia di dunia?
Pengaruh Hegel dalam kajian filsafat dan sejarah mungkin sama besarnya dengan pengaruh Freud dalam psikologi. Teori Hegel mewarnai pemikiran semua orang yang memimpikan kebebasan. Tepatnya, teori Hegel amat digandrungi oleh mereka yang tidak menyukai keterikatan pada suatu ajaran baku, karena bagi mereka kebakuan itu tidak ada. Yang ada cuma perubahan dan perubahan. Karena itu mereka selalu mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang kekal, kecuali perubahan.
Jelasnya bagaimana teori Hegel itu?
Dia bilang, segala sesuatu yang ada di alam ini selalu berubah. Segala sesuatu yang ada itu, disebut Hegel sebagai these.Kata Hegel, dalam setiap these selalu ada unsur-unsur yang menentangnya, yang disebutnya antithese. Akibat pertentangan these dan antithese itu, timbullah synthese. Selanjutnya, synthese menjelma menjadi sebuah these baru yang di dalamnya terkandung antithese pula, yang selanjutnya akan melahirkan synthese baru lagi. Begitulah seterusnya. Bagi Hegel, hidup ini pada dasarnya adalah rangkaian these, antithese, dan synthese yang terus sambung-menyambung tak ada hentinya. Belakangan, istilah these atau thesis dalam ejaan Inggris, dibatasi pengertiannya menjadi teori, atau konsep saja. Jadi, dalam satu teori (thesis), terkandung unsur yang menjadi lawan teori itu (antithesis). Ketika thesis bertumbukan dengan antithesis, lahirlah synthesis, yang kemudian menjadi thesis baru lagi, yang di dalamnya terkandung antithesis pula. Begitulah seterusnya.
Kenyataannya memang begitu kan?
Ya. Teori Hegel dianut banyak orang justru karena “sesuai dengan kenyataan”. Tapi perlu dicatat bahwa teori dialektika itu sebenarnya bukan murni teori Hegel.
Maksud anda?
Hal itu sudah ditegaskan Allah dalam Al-Qurรฃn, dan tentu juga dalam kitab-kitab Allah sebelumnya. Tapi, karena kita baru mengetahuinya dari Hegel, kita lantas sepakat mengakui bahwa yang disebut dialektika itu adalah teori Hegel.
Benarkah bahwa teori itu memang ada dalam Al-Qurรฃn?
Ya. Pertama, harap dicatat bahwa these atau thesis itu dalam bahasa Arab disebut risรฃlah, dan pembawa risalah disebut rasul. Dalam surat Al-Furqan ayat 30-31, ketika Nabi Muhammad mengeluh karena menyaksikan kaumnya meninggalkan risalahnya, yaitu Al-Qurรฃn, Allah menegaskan bahwa setiap nabi memang mempunyai musuh, yaitu paramujrim, alias penjahat, pendosa, gajingan, atau pelanggar hukum.
Lalu apa hubungannya dengan teori Hegel?
Rasul itu dikutus Allah untuk menyampaikan sebuah risalah, yang dalam bahasa Hegel disebut these atau thesis. Nah, risalah atau thesis Allah itu pada dasarnya berisi penjelasan tentang al-haqqu (kebenaran) dan al- bรฃthilu (kesalahan). Harap diingat bahwa secara harfiah, al-bรฃthilu itu adalah pembatal, yaitu pembatal kebenaran (al-haqqu). Dalam bahasa Hegel, al-bรฃthilu itu adalah antithesis!
Mengapa Allah harus menjelaskan kebenaran sekaligus juga kesalahan?
Tentu supaya manusia memilih yang benar dan meninggalkan yang salah.
Tapi yang benar dan salah itu selanjutnya kan menjadi thesis dan antithesis, yang cenderung berbenturan.
Ya. Itu kan sunnatullah. Segala sesuatu diciptakan Allah mempunyai pasangan dan atau lawan. Ketika Allah menjelaskan kebenaran dan kesalahan, tujuanNya tentu supaya manusia memilih kebenaran dan menolak kesalahan.
Tapi ternyata kebanyakan manusia memilih kesalahan!
Melalui penjelasan Allah dalam Al-Qurรฃn, kita tahu bahwa di situ ada peran mujrimun. Merekalah yang mengembangkan antithesis dan kemudian membenturkannya dengan thesis.
Oh, begitu! Lantas, bila mujrimun mengembangkan kesalahan (antithesis), siapa yang mengem-bangkan synthesis?
Tentu saja si mujrimun juga, cuma kelasnya lebih tinggi. Jelasnya, pengembang kesalahan adalah bajingan kelas teri, yang semata berbuat jahat secara lugu, tanpa polesan apa pun. Pokoknya dia tidak mau yang benar, maunya yang salah saja. Maka dia mengambil yang salah dan menolak yang benar. Sementara pembuat synthesis adalah penjahat berotak, bajingan yang jenius. Mereka tahu bahwa kebenaran yang diajarkan Allah itu beranfaat bagi kehidupan manusia, tapi bila dijalankan secara utuh, apa ada-nya, nafsu jahat tidak bisa bermain di situ. Maka, supaya nafsu jahatnya bisa bermain, diambillah sebagian kebenaran untuk dijadikan selubung kejahatan. Dalam Al-Qurรฃn, tindakan demikian itu disebut dengan istilah talbisul-haqqa bil-bรฃthil – meracik al-haqqu dengan al-bรฃthilu – dengan teknik tu’minรปna bi-ba’dhin wa takfurรปna bi-ba’dhin, yaitu mengambil sebagian kebenaran yang menunjang kepentingannya, dan mencampakkan bagian lain yang tidak mendukung kepentingannya, yaitu menciptakan adonan yang bernama synthesis itu.
Kalau begitu, synthesis itu adalah kesalahan berselubung kebenaran?
Ya. Dalam konteks risalah Allah, sintesis adalah kesalahan berselubung kebenaran. Itulah yang oleh si mujrim dipromosikan sebagai “kebenaran baru”, yang diajukan sebagai pengganti “kebenaran lama” (risalah Allah).
Kapan kebenaran baru itu diperkenalkan oleh si Mujrim?
Setiap saat; kapan saja mereka melihat kesempatan.
Maksud saya, apakah mereka mengajukan sintesis itu pada saat rasul Allah masih hidup atau seteah sang rasul tiada?
Kalau kita merujuk pada surat Al-Furqan ayat 30-31 tadi, ternyata Nabi Muhammad, di masa hidupnya, sudah mengeluhkan (sebagian) kaumnya yang meninggalkan Al-Qurรฃn.
Dengan kata lain, para mujrim itu ternyata sudah giat bekerja menyesatkan orang selagi Rasulullah masih hidup. Dan setelah Rasulullah wafat, tentu mereka bekerja lebih giat lagi?
Ya. Buktinya, sebelum jasad Rasulullah dikuburkan, sebagian umatnya sudah ribut masalah kekuasaan. Kaum Muhajirin dan Anshar nyaris saling bunuh, karena masing-masing ingin mengangkangi kekuasaan yang ditinggalkan Rasulullah. Kemudian, ketika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama, muncullah nabi-nabi palsu dan para pembangkang yang tidak mau lagi membayar zakat. Lebih lanjut, setelah masa Rasulullah dan para sahabat berlalu, di tataran konsep, dalam hal ajaran Islam itu sendiri, muncullah ilmu tauhid dengan berbagai cabangnya, ilmu fiqih dengan berbagai cabangnya, dan ilmu tasauf dengan berbagai cabangnya.
Dengan kata lain, bila dilihat melalui dialektika Hegel, semua itu adalah rangkaian dialektika belaka?
Ya. Itulah rangkaian perubahan yang sambung-menyambung secara berkelanjutan dan berkepanjangan. Rangkaian thesis, antitheis, synthesis; thesis, antitheis, synthesis; thesis, antitheis, synthesis; …
Sungguh menakjubkan! Kalau begitu, Islam yang ada di kepala saya sekarang ini Islam apa sebenarnya? Mungkinkah hanya buyut sintesis kesekian ratus dari moyang antitesis yang pertama?
Mungkin! Ha ha!
Lalu bagaimana caranya supaya saya bisa keluar dari lingkaran syetan ini?
Tentu saja anda harus menempuh suatu proses belajar.
Tapi dari mana memulainya bila keadaannya sudah seperti benang kusut begini?
Bila anda diberi benang kusut, apa yang akan anda lakukan?
Mungkin saya harus berusaha mengurainya dulu, sebelum bisa menggunakannya.
Tidak. Kalau saya diberi benang kusut, saya akan membuangnya, dan kemudian saya cari benang lain yang tidak kusut.
Tapi, bila yang anda maksud dengan benang kusut itu adalah ajaran Islam, apakah anda akan membuangnya, lalu mencari agama lain?
Tidak. Umat agama lain juga sama kusutnya. Pada Islam saya masih melihat ada unsur terpentingnya yang tidak tersentuh kekusutan.
Apa itu?
Kitabnya, Al-Qurรฃn. Dia tidak tersentuh kekusutan. Bahkan menurut seorang teman, Al-Qurรฃn itu masih perawan.
Maksudnya?
Maksud dia Al-Qurรฃn itu belum benar-benar dikaji. Kalau sekarang orang mengaku mengkaji Al-Qurรฃn, yang mereka kaji sebenarnya hanya tafsir-tafsirnya, yang belum tentu mewakili Al-Qurรฃn.
Ada yang bilang bahwa tafsir-tafsir itu hanya mewakili golongan-golongan tertentu?
Benar. Tafsir sufi, misalnya, jelas mewakili pemahaman tasuf. Sebagian dari tafsir-tafsir itu malah mengandung hadis-hadis Israiliyah, hadis-hadis Yahudi!
Wah, saya baru dengar itu.
Yang jelas, berisi hadis Yahudi atau tidak, tafsir-tafsir itulah yang menjadi sarana tunggangan dialektika Hegel itu. Melalui tafsir-tafsir itulah manusia menyampaikan apa yang mereka sebut koreksi, pembaruan, dan sebagainya.
Karena itu ajaran Islam menjadi kusut?
Menurut saya, yang kusut itu bukan ajaran Islam tapi otak manusia yang mengaku umat Islam. Mereka terperosok ke dalam arus perputaran dialektika Hegel, yang tadi anda sebut sebagai lingkaran syetan itu.
Oh! Jadi itu benang kusutnya ya?
Iya. Sekarang, coba perhatikan gambar yang saya buat ini! Mudah-mudahan ini bisa membantu anda keluar dari jerat benang kusut itu.
Gambar I
gmbr1-perpecahan-umat2
Bagaimana penjelasan gambar ini?
Allah menurunkan ajaran melalui Rasul (lingkaran pertama). Warna putih menggambarkan kemurnian ajaran Allah yang diterima Rasul, dan lingkarannya adalah gambaran tentang Periode Rasul itu sendiri, yang di dalamnya Rasul hidup bersama para pengikut awalnya, yang menjalankan ajaran Allah yang masih murni. Setelah Rasul tiada, ajaran Allah dibawa Pelanjut 1 memasuki LD (lingkaran kedua). Warna abu-abu tipis menggambarkan kemurnian ajaran Allah yang sudah terkontaminasi berbagai ajaran lain melalui Proses Dialektika Hegel.
Artinya, yang disebut ajaran Allah dalam lingkaran kedua itu sebenarnya adalah synthesis dari perbenturan antara thesis dengan antithesis?
Ya, itulah yang ingin saya katakan melalui gambar ini. Gampangnya, ajaran Allah sudah mulai kemasukan unsur lain, walau baru sedikit. Kemudian, setelah Pelanjut 1 tiada, ajaran Allah dibawa Pelanjut 2 memasuki LT (lingkatan ketiga), yang berwarna abu-abu tebal, menggambarkan bahwa ajaran Allah sudah bercampur-aduk dengan berbagai ajaran lain yang jumlahnya semakin banyak. Setelah Pelanjut 2 tiada, ajaran Allah dibawa Pelanjut 3 memasuki LE (lingkaran keempat), yang berwarna hitam, menggambarkan bahwa ajaran Allah sudah bercampur aduk sedemikian rupa dengan berbagai ajaran lain, sehingga sudah sangat sulit untuk mengenali mana yang benar dan mana yang salah, karena parameter benar-salah itu sendiri pun sudah hilang.
Oh! Apakah lingkaran hitam itu anda maksudkan sebagai keadaan kita sekarang?
Mungkin… iya!
Kenapa mungkin? Bukankah keadaan kita sekarang memang seperti itu? Yang benar dan yang salah sudah sulit dibedakan, karena paramater (ukuran) benar dan salah pun sudah hilang!
Silakan saja anda menafsirkan begitu. Saya hanya berusaha menggambarkan sebuah situasi dan kondisi ketika ajaran Allah sudah ‘berkembang’ sedemikian rupa dalam perjalanannya yang sentrifugal.
Maksud anda?
Yaa, saya melihat sejak diterima oleh rasul, ajaran Allah itu kan ‘bergerak’ sentrigufal (centrifugal), yaitu semakin menjauh dari pusat. Bila dilihat dari perluasan wilayah, hal itu tentu bagus, karena berarti ajaran Allah itu tersebar luas kan? Tapi, dari sisi keutuhan ajaran itu sendiri, gerak sentrifugal itu memprihatinkan. Mengapa? Ini berkaitan dengan dialektika Hegel tadi! Dari sisi keutuhannya, gerak sentrifugal dari ajaran Allah itu adalah gambaran negatif; karena semakin menjauh dari pusat berarti semakin jauh dari keasliannya, semakin banyak pencemaran yang masuk ke dalamnya.
Apakah itu berhubungan dengan human error para pelanjut?
Saya kira, iya. Tadi sudah saya katakan bahwa syetan bermain di situ kan? Syetan bermain pada sisi kelemahan atau kelalaian manusia.
Kalau begitu, semakin jauh beredar, melintasi ruang demi ruang dan waktu demi waktu, tentunya ajaran Allah itu bisa semakin pudar, dan akhirnya hilang?
Benar sekali! Itulah sebabnya Allah mengutus rasul-rasul dari masa ke masa.
Artinya, rasul kedua diutus karena ajaran yang dibawa rasul pertama sudah hilang?
Ya. Tepatnya sudah tercemar sedemikian rupa, sehingga sulit membedakan antara putih dan hitam. Tanda yang paling nyata dari lenyapnya kemurnian ajaran Allah itu adalah lenyapnya kitab Allah itu sendiri. Lenyapnya kitab Taurat dan Injil yang asli, misalnya, adalah salah satu contoh kasus.
Jadi ketika Allah mengutus rasul kedua, rasul yang kedua ini tidak membawa ajaran baru?
Tidak. Dia hanya membawa ajaran Allah yang sudah hilang dari kesadaran manusia, dan sudah tidak ada pula dalam catatan mereka.
Tapi bukankah setiap rasul membawa kitab-kitab yang berbe-da-beda? Daud membawa kitab Zabur, Musa membawa Taurat, dan Isa membawa Injil…
Beda nama tidak berarti harus beda isi dan beda fungsi. Sekarang orang membuat televisi, komputer, dan lain-lain dengan berbagai merek, tapi fungsinya sama. Dalam hal ini, beda nama hanya menunjukkan beda pabrik.
Nah, bagaimana dengan rasul-rasul itu? Apakah beda nama kitab mereka tidak menandakan bedanya Tuhan yang mengutus mereka?
Bisa begitu memang! Tapi, melalui Al-Qurรฃn kita tahu bahwa mereka berasal dari Tuhan yang satu. Ibarat barang elektronik, mereka dike-luarkan dari pabrik yang sama.
Tapi mengapa nama kitab mererka harus berbeda-beda?
Kalau soal nama, Al-Qurรฃn sendiri kan disebut dengan puluhan nama, di antaranya yang terkenal adalah Al-Furqรฃn, Al-Bayรฃn, Al-Hudรฃ, dan lain-lain; bahkan juga Az-Zabรปr!
Apa? Az-Zabรปr juga merupakan nama dari Al-Qurรฃn?
Iya.
Waah, ini benar-benar infor-masi baru bagi saya. Tapi, mengapa pula Al-Qurรฃn harus mempunyai banyak nama?
Setiap nama mewakili asfek atau fungsi tertentu dari Al-Qurรฃn. Misalnya, dia disebut Al-Kitรฃb karena berisi ketetapan (peraturan) Allah. Dia dikatakan Al-Furqรฃn karena berfungsi memilah antara benar dan salah. Dia dinamai Al-Bayรฃn karena fungsinya sebagai penjelasan. Dan dia dijuluki Al-Hudรฃ karena perannya sebagai petunjuk atau pedoman.
Tapi kenapa namanya yang populer adalah Al-Qurรฃn?
Karena sejak awal, sejak pertama kali Jibril mewahyukannya kepada Nabi Muhammad, kata pertama dari wahyu pertama itu adalah iqra! Itu kata perintah. Bentuk kata kerjanya adalah qara-a, dan bentuk kata bendanya adalah qur-รฃnan. Ketika qur-รฃnan ini diubah menjadi kata benda definitif , atau ma’rifah dalam bahasa Arabnya, maka ia menajdial-qurรฃnu. Selanjutnya “Al-Qurรฃn” menjadi “nama resmi” dari wahyu yang diterima Nabi Muhammad.
Dan Al-Qurรฃn ini menjadi kitab Allah yang terakhir?
Ya.
Mengapa? Bagaimana kalau Al-Qurรฃn juga lenyap seperti kitab-kitab yang lain?
Tidak mungkin. Allah menjamin bahwa Al-Qurรฃn tidak akan lenyap.
Ya, saya sering dengar itu! Tapi, bagaimana cara Allah menjamin? Dan kalau Allah menjamin bahwa Al-Qurรฃn tidak akan lenyap, mengapa kitab-kitab yang terdahulu kok tidak mendapatkan jaminan itu?
Ha-ha! Anda cukup kritis. Saya suka sekali pertanyaan yang satu ini. Pertama, Allah menjamin melalui sunnahNya, yaitu melalui hukumNya yang berlaku pada alam. Melalui hukum alam. Jelasnya, Al-Qurรฃn tidak hanya dihafal banyak orang, tapi juga ditulis. Penulisan atau kodiffikasinya yang resmi, yang dilakukan pada masa Khalifah Utsman, itu dibuat sebanyak lima buku yang dinamakan “mushhaf imam”. Kelima buku kemudian disebarkan ke propinsi-propinsi yang dianggap strategis. Dari mushhaf imam itulah para penulis lain memperbanyak Al-Qurรฃn, dengan cara menyalin atau menyontek. Sampai sekarang, sebuah mush-haf imam itu konon masih tersimpan dengan utuh, kalau tak salah ada di wilayah Rusia. Selanjutnya, dengan ditemukannya mesin cetak, penyalinan dan penyebaran Al-Qurรฃn menjadi semakin mudah. Apalagi sekarang sudah ada komputer. Al-Qurรฃn dalam bentuk tulisan maupun digital, ada di mana-mana. Selain itu, jangan lupa, orang-orang yang menghafalnya juga masih banyak, karena di mana-mana selalu ada kegiatan penghafalan, baik secara pribadi maupun kelompok. Pendeknya, Al-Qurรฃn turun dalam situasi dan kondisi yang semakin kondusif (menjamin) untuk membuatnya tidak lenyap. Bahkan juga tidak bisa dipalsukan. Setiap muncul pemalsuan, umat Islam segera mengetahuinya. Jangankan memalsukan satu buku, memalsukan satu ayat pun pasti ketahuan!
Wah, wah, luar biasa!
Ya. Tapi jangan bangga dulu! Ingat lagi pernyataan saya tadi. Pernyataan yang mana? Anda sudah mengeluarkan banyak pernyataan!
Pernyataan bahwa “syetan ber-main di tataran human error”! Syetan berrmain dalam kelemahan dan kalalaian manusia. Ketika mereka melihat bahwa teks Al-Qurรฃn tidak bisa dirusak, tidak bisa dipalsukan, dan tidak mungkin dilenyapkan, maka mereka tidak perlu melakukan pekerjaan sia-sia kan?
Ya. Lalu, apa yang mereka la-kukan?
Mereka main di tataran makna. Main di tataran pengertian. Main di tataran tafsir! Dengan demikian, yang mengaku umat Islam itu akan tenggelam dalam keasyikan di dunia penafsiran yang luas tak bertepi dan panjang tak berujung.
Kembali ke dialektika Hegel ya?
Iya! Dengan demikian, untuk apa mereka mengotak-atik teks Al-Qurรฃn bila ternyata umat Aslam sendiri sudah meninggalkannya?
Tapi, bukankah teks Al-Qurรฃn selalu dibaca umat Islam?
Ya, tapi kebanyakan mereka kan tidak tahu isinya. Keadaan itulah yang dulu dipesankan Snouck Hurgronje kepada penguasa Belanda di sini. Dia bilang, “Biarkan umat Islam membaca Al-Qurรฃn, tapi jangan biarkan mereka memahami isinya!”
Berati Snouck Hurgronje tahu isi Al-Qurรฃn ya?
Iya laah! Dia kan orientalis yang mendalami bahasa Arab dan bahkan bermukim di Arab, pura-pura masuk Islam dan menggunakan gelar haji. Tanpa peran dia, Belanda tidak bisa menaklukkan Aceh kan?
Jadi, Belanda menaklukkan Aceh dengan cara melakukan perusakan dari dalam?
Yaa, begitulah. Divide et impera kan? Bikin pecah-belah dulu, baru bisa dijajah.
Jadi, itu sebabnya sekarang umat Islam terpuruk, terjajah? Karena terpecah-belah?
Iya laah!
Waah, saya jadi sedih nih!
Boleh saja sedih. Tapi setelah itu anda mau apa?
Saya ingin umat Islam bersatu. Tapi bagaimana caranya?
Caranya, buang jauh-jauh cara berpikir global. Berpikirlah parsial dan individualis!
Lho, kok…?
Kalau bahasa Rasulullah sih ibda’ bi-nafsika! Mulailah dari dirimu sendiri. Jangan berpikir tentang Khilafah Islamiyah tingkat nasional, apalagi tingkat dunia.  Terlalu jauh!    Urus saja diri sendiri dulu. Sudah cinta Al-Qurรฃn apa belum?
Wah, kok seperti nyindir HTI (Hizbut-Tahrir Indonesia)?
Bukan nyindir tapi tawashau bil-haqqi.
Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh seseorang yang cinta Al-Qurรฃn?
Pertama, dia akan membenahi dirinya. Kepalanya yang penuh dengan konsep-konsep sampah akan dibersihkan dan diisi Al-Qurรฃn. Kedua, setelah dirinya terbenahi, barulah dia bisa melakukan usaha-usaha untuk melakukan pembenahan di luar dirinya. Dia akan menjadi pejuang dalam rangka memurnikan ajaran Allah. Perhatikanlah gambar ini!
Gambar II
gbr2-perpecahan-umat-islam
Keterangan gambar ini adalah sebagai berikut:
Pada setiap masa Allah mengutus seorang Rasul. Ketika ajaran yang dibawa oleh Rasul 1 memasuki lingkaran kedua, sehingga ajaran itu menjadi rusak, Allah mengutus Rasul 2 sebagai Pemurni 1, yang berperan mengembalikan manusia pada ajaran Allah yang asli. Selanjutnya, ajaran Allah yang sudah dimurnikan Rasul 2 memasuki Lingkaran ketiga, dan menjadi rusak lagi, sehingga Allah mengutus Rasul 3 (= Pemurni 2). Kemudian ajaran yang sudah dimurnikan itu memasuki Lingkatan keempat, menjadi rusak lagi, sehingga Allah mengutus Rasul 4 (Pemurni 3). Begitulah seterusnya. Sampai akhirnya Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai Rasul Terakhir. Setelah Nabi Muhammad, Allah tidak mengutus rasul-rasul baru lagi, karena teks ajaran yang dibawanya (Al-Qurรฃn) tidak hilang. Tapi seiring masuknya Al-Qurรฃn dari lingkaran pertama ke lingkaran-lingkaran berikutnya, nilai-nilai Al-Qurรฃn semakin luntur karena kesalahan memahami. Untuk memurnikan kembali pemahaman, pada setiap seratus tahun sekali, kata Nabi Muhammad, muncul seorang Mujaddid (pembaru; pemurni).
Nah! Saya sering mendengar itu! Tapi, bisakah kita memastikan siapa saja yang telah muncul sebagai pemurni ajaran Allah dalam setiap seratus tahun itu?
Saya tidak tahu. Mungkin perlu dilakukan pendataan dulu. Tapi apa gunanya?
Lho, memang tidak ada gunanya kalau kita mengetahui siapa mereka?
Gunanya mungkin ada, tapi hanya sedikit. Hanya mengetahui data mati kan? Padahal yang dibutuhkan untuk menghidupkan kembali ajaran Allah adalah ‘data hidup’.
Apa yang anda maksud data hidup itu?
Yaa kita ini lah! Manusia-manusia yang hidup; bukan manusia-manusia seratus atau seribu tahun ke belakang, yang semuanya sudah mati! Kitalah yang mempunyai potensi dan diberi amanat oleh Allah, kalau kita sadar, untuk melakukan usaha-usaha pemurnian itu.
Tapi, mungkinkah itu? Bisakah kita melakukannya?
Bisa saja, kalau kita mau.
Jadi, harus optimis ya?
Bukan hanya optimis, tapi yang terpenting adalah harus menguasai ilmunya. Harus mengerti betul Al-Qurรฃn. Setelah mengerti Al-Qurรฃn, baru ada jaminan bahwa kita bisa ber-pikir dan bertindak sesuai ilmu Allah. Kalau sudah berpikir dan bertindak sesuai ilmu Allah, apalagi sudah mencapai tahap ihsรฃn (jitu), barulah kita punya hak untuk menuntut kebenaran janji Allah.
Janji tentang apa?
Janji bahwa orang beriman pasti unggul!

Translate